
HALUANSULTRA.ID – Gubernur Sultra, Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka, menyampaikan bahwa perjuangan terhadap RUU Saerah Kepulauan, bukan hanya untuk kepentingan delapan provinsi bercirikan kepulauan, tetapi juga untuk memastikan seluruh potensi sumber daya maritim dan pesisir dapat dikelola secara optimal bagi pembangunan nasional yang lebih merata.
Hal itu disampaikan Gubernur, melalui Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Drs. H. Asrun Lio, M.Hum., Ph.D. Sekda, Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terkait pembahasan RUU Daerah Kepulauan, yang berlangsung di Ruang Rapat Sriwijaya, Lantai 2 Gedung B DPD RI, Jakarta.
Dalam sambutan tertulisnya, Gubernur Andi Sumangerukka mengungkapkan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi tantangan besar dalam pemerataan pembangunan dan penyediaan layanan publik. Dengan 17.380 pulau dan penduduk mencapai 284 juta jiwa (data BPS 2025), pembangunan nasional perlu berpihak kepada wilayah berciri kepulauan.
“Sebagai negara bahari terbesar di dunia, 75 persen wilayah Indonesia berupa lautan dengan luas 6,4 juta kilometer persegi, sedangkan daratan hanya 25 persen. Karena itu, pembangunan nasional harus berpihak pada sektor maritim dan daerah bercirikan kepulauan,” tegasnya.
Secara geografis, lanjutnya, posisi Indonesia sangat strategis karena menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Sekitar 90 persen perdagangan global melewati jalur laut, dan 40 persen di antaranya melintasi perairan Indonesia. Kondisi tersebut menempatkan wilayah maritim Indonesia sebagai pusat kepentingan strategis dunia yang perlu dikelola dengan kebijakan afirmatif dan berkeadilan.
Gubernur Andi Sumangerukka juga menegaskan bahwa terdapat delapan provinsi berciri kepulauan di Indonesia yakni Sulawesi Tenggara, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur yang tergabung dalam Badan Kerja Sama (BKS) Provinsi Kepulauan.
Forum ini menjadi wadah koordinasi dan advokasi untuk memperjuangkan lahirnya kebijakan nasional yang berkeadilan dan berpihak pada karakteristik geografis daerah kepulauan. Sejak Deklarasi Ambon 2005 dan Deklarasi Batam 2018, BKS Provinsi Kepulauan terus berupaya memperkuat sinergi antarprovinsi dan mendorong percepatan pengesahan RUU Daerah Kepulauan.
Meskipun masa jabatan Sulawesi Tenggara sebagai Ketua BKS periode 2019–2024 telah berakhir, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara tetap berkomitmen aktif mendorong pembahasan dan pengesahan RUU tersebut melalui berbagai forum strategis seperti FGD, seminar nasional, dan konsolidasi politik bersama DPD RI, DPR RI, akademisi, serta kepala daerah wilayah kepulauan lainnya.
“Perjuangan ini bukan hanya tantangan politis, tetapi juga panggilan moral bagi kita semua untuk mengawalnya dengan kesungguhan dan konsistensi,” ujar Gubernur dalam narasinya.
Gubernur juga menyoroti ketimpangan fiskal yang dialami daerah kepulauan dibandingkan dengan daerah non-kepulauan. Sulawesi Tenggara, dengan luas wilayah 148 ribu kilometer persegi, hanya menerima DAU sebesar Rp1,67 triliun pada tahun 2025, lebih rendah dibanding provinsi non-kepulauan.
PDRB Sultra tahun 2024 juga hanya Rp189,48 miliar (rasio 0,88%). Hal ini menunjukkan bahwa biaya pembangunan di wilayah kepulauan jauh lebih tinggi, namun tidak diimbangi dengan alokasi anggaran yang proporsional.
Dalam narasinya, Gubernur Andi Sumangerukka menegaskan bahwa perjuangan untuk menghadirkan Undang-Undang Daerah Kepulauan bukanlah upaya meminta otonomi khusus, melainkan permintaan perlakuan khusus yang adil dan konstitusional sesuai karakteristik wilayah kepulauan.
“Langkah ini sejalan dengan misi Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk mewujudkan kemandirian pangan, energi, air, serta pembangunan ekonomi hijau dan biru menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Melalui forum RDP tersebut, Gubernur mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, akademisi, hingga masyarakat untuk terus mengawal dan mendukung penuh lahirnya Undang-Undang Daerah Kepulauan sebagai fondasi pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.
“Perjuangan ini bukan hanya kepentingan delapan provinsi kepulauan, tetapi perjuangan untuk mengoptimalkan pengelolaan potensi wilayah pesisir dan kepulauan dalam mewujudkan keadilan spasial dan pembangunan nasional yang lebih merata,” ujarnya. (Hms)

Tidak ada komentar