Mengenal Bida, Kain Tenun Berusia Ratusan Tahun di Sulawesi Tenggara

HALUANSULTRA.ID – Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah yang terletak di Pulau Sulawesi. Provinsi ini juga menjadi salah satu penghasil nikel di Indonesia yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. Daerah yang sering disebut Bumi Anoa ini memiliki berbagai ragam kesenian khas daerahnya menjadi daya tarik wisata (DTW). Salah satunya kain dalam bentuk tenunan. Sultra memang terkenal akan kain tenunnya yang begitu cantik dengan paduan desain yang menggambarkan keadaan alam serta sosialnya.

Salah satu wastra yang belum banyak dikenal yakni kain tenun Bida. Tenun Bida merupakan salah satu warisan leluhur masyarakat Kabupaten Buton Tengah (Buteng) yang diyakini sebagai salah satu tenun tertua di Indonesia, sebab usianya kini dipastikan telah mencapai kurang lebih 200 tahunan. Meskipun tenun Bida ini dipercaya sudah berusia ratusan, namun kain tersebut masih belum setenar kain-kain tenun lainnya.

Akan tetapi, adanya tenun Bida menandakan bahwa masyarakat Buteng telah mengenal tenun sejak zaman dahulu kala. Informasi tersebut disampaikan langsung, Owner Tenun Niralako Buteng, Kamusi kepada awak media ini. Kamusi mengatakan tenun Bida ini dibuat sejak ratusan tahun lalu oleh para leluhur. Dimana setiap re-generasi orang tua pada saat itu selalu menceritakan pada anaknya.

“Memang untuk tahun dan bulannya kami tidak tahu. Hanya saja, sejak turun temurun orang tua kami menceritakan terkait sejarah Bida dan itu tidak terputus sampai saat ini. Dan buktinya tenun Bida tersebut masih tersimpan rapi di sorum kami atau tenun Niralako,” kata Kamusi. Menurutnya, bahan-bahan yang digunakan pada kain tenun Bida ini seluruh dari alam atau verbal. Bahannya berupa kapas yang diolah helai demi helai menjadi benang dan digulung. Setelah proses awal selesai, kemudian benang tersebut ditenun untuk menghasilkan sebuah kain tebal putih polos.

“Jadi memang, untuk bahan-bahan yang digunakan leluhur kami tidak begitu banyak, hanya bermodalkan kapas saja. Diolah sedemikian rupa, hasilnya sebuah kain,” beber Kamusi. Sebagai pengrajin tenun, Kamusi berharap pelestarian tenun di Buteng bisa terus dijaga dan dilestarikan. Sehingga apa yang menjadi budaya daerah bisa terus dipertahankan. “Jadi memang kedepan ini rencananya, kita akan membuat festival tenun. Agar kelestariannya bisa selalu terjaga dan diperhatikan,” ucap Kamusi.

Kain tenun Buton Tengah yang kerap ditampilkan saat pemeran.

Selain membahas soal tenun Bida, Kamusi juga mengungkapkan jika Buteng memang sangat terkenal akan kain tenunnya yang begitu cantik dengan paduan desain menggambarkan keadaan alam serta sosialnya. Beberapa karya penenun Buton Tengah, bahkan telah masuk dalam jajaran koleksi pameran KryaNusa yang diselangara di Jakarta Convention Center (JCC) 2023, lalu pameran Gerakan Nasional (Gernas) Bangga Buatan Indonesia Bangga Berwisata di Indonesia (BBI BBWI) Sulawesi Tenggara (Sultra) 2023.

Bahkan pernah, kata Samusi, tenun asal Buton Tengah (Buteng) tampil di kancah internasional ketika ajang fashion show di Amerika pada 2022 lalu. Kamusi menjelaskan, dalam pameran kerap membawa beberapa jenis dan motif tenun yang memiliki filosofi dan maknanya masing-masing. Satu di antaranya, ia menjelaskan tenun bermotif gua dan laut.

“Jadi memang ini salah satu ciri khas dari Buteng, karena motif gua ini sebutan daripada Negeri Seribu Gua yakni Buteng, sedangkan lautnya karena rata-rata di sana daerah pesisir,” jelasnya. Nah untuk proses pembuatannya membutuhkan waktu yang berbeda pula, tergantung kerumitan motifnya, yang paling mudah hanya membutuhkan tiga sampai empat hari saja. Tenun khas Buteng ini, lanjut Kamusi, masih menggunakan alat tradisional berupa gedogan.

Adapun tahapan dalam proses menenun sebuah kain tenun dimulai dari menghani, memasang benang lungsi, pencucukan pada gun, pencucukan pada sisir, mengikat benang lungsi pada bun kain, penyetelan, menenun dan melepas tenunan. “Kalau motifnya rumit itu lebih lama,” ujarnya. Untuk harga yang dibenderol pun juga bervariatif tergantung motifnya. Ia berharap ke depannya, tenun khas Buteng ini bisa dikenal lebih luas, tidak hanya nasional tetapi hingga internasional. (HS/ADV)

Tinggalkan Balasan