HALUANSULTRA.ID- Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto tidak yakin Direksi Bank Mandiri akan mampu melakukan recovery aset atas kasus kredit macet pada PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) yang berimbas kepada kerugian perusahaan sebesar Rp 400 miliar. “Recovery-nya sudah nggak mungkin. Karena dia kan hapus buku. Recovery-nya sudah nggak bisa dong,” kata Darmadi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta baru-baru ini. Dilansir dari laman Herald.id
Pernyataan Darmadi ini merespons Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Pengelolaan Kredit Wholesale Banking Kegiatan Investasi dan Operasional Tahun 2021 dan 2022 pada Bank Mandiri (Persero) yang mengungkapkan bahwa monitoring atas fasilitas kredit PT SNP dengan baki debit per 30 September 2022 sebesar Rp1,4 triliun belum optimal. BPK menemukan potensi kerugian Rp400 miliar dari kredit macet di PT SNP yang merupakan bagian dari Columbia, toko yang menyediakan pembelian barang secara kredit.
Adapun PT SNP telah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Oktober 2018. Selain itu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri juga memperkarakan PT SNP setelah sejumlah jajaran direksinya diduga melakukan pembobolan 14 bank di Indonesia dengan modus fasilitas kredit adalah perusahaan resmi. Kerugian yang ditaksir akibat pembobolan tersebut yaitu Rp14 triliun.
Pada laporannya, BPK mengungkapkan bahwa PT SNP telah memperoleh 1345 fasilitas kredit dari Bank Mandiri dengan total plafon sebesar Rp6,66 triliun dan saat ini masih terdapat lima fasilitas kredit yang masih berjalan.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap dokumen kredit PT SNP, BPK mengungkap berbagai persoalan antara lain, pertama, pengelola kredit tidak menyajikan informasi tunggakan kredit SNP di Sistem CAPS dalam Nota Analisis Kredit (NAK) pada pemberian fasilitas KMK Executing 20 sebesar Rp400 miliar.
PT SNP melalui surat No. 056/DIR-SNP/EXT/III/2015 tanggal 16 Maret 2015 mengajukan permohonan yang salah satunya adalah penambahan fasilitas baru berupa KMK Executing dengan limit sebesar Rp2 ribu miliar. Permohonan tersebut dianalisis dan telah disetujui Komite Kredit Kategori A.1 tanggal 18 Mei 2015.
Akan tetapi, Laporan Hasil Investigasi (LHI) Bank Mandiri tahun 2017 atas pemberian fasilitas kredit PT SNP diketahui terdapat penyimpangan dalam proses pemberian fasilitas KMK Executing 20. BPK juga mengungkapkan bahwa tidak terdapat bukti dokumen kegiatan monitoring yang dilakukan Bank Mandiri untuk memastikan kebenaran end users (nasabah) PT SNP yang menjadi dasar pencairan dan agunan debitur.
Selain itu, ditemukan juga bahwa nilai agunan PT SNP tidak mencukupi nilai baki debit Fasilitas Kredit. Fasilitas Kredit PT SNP per 31 Desember 2021 memiliki baki debit sebesar Rp1,4 Trilyun. Tapi berdasarkan NAK 16 Maret 2020 diketahui bahwa nilai pasar agunan PT SNP berdasarkan Laporan Keuangan Audited Tahun 2018 adalah sebesar Rp767,24 Milyar.
Ini menunjukkan bahwa rasio nilai agunan terhadap baki debit fasilitas kredit adalah sebesar 54,68%. Gegara pemberian kredit yang menyalahi ketentuan ini, Bank Mandiri menanggung kerugian sebesar Rp400 miliar dari pencairan KMK Executing 20 yang tidak sesuai ketentuan.
Sumber pengembalian/pembayaran kredit yang berasal dari kegiatan operasional PT SNP berpotensi tidak dapat mencukupi kewajiban pembayaran sesuai dengan jangka waktu Perjanjian Kredit. Sumber pengembalian/pembayaran kredit yang berasal dari likuidasi agunan tambahan PT SNP berpotensi tidak dapat mencukupi kewajiban pembayaran.
BPK pun merekomendasikan Dieksi Bank Mandiri memperingatkan kepada Komite Kredit Tingkat Kategori A.1 pengelola kredit PT SNP periode 2014 – 2016 untuk memastikan penerapan prinsip kehati-hatian dan lebih cermat dalam memberikan putusan kredit, serta memastikan penyelesaian permasalahan kredit PT SNP.
Menginstruksikan Senior Executive Vice Presiden (SEVP) Special Asset Management untuk segera melakukan langkah penyelesaian untuk melakukan recovery atas pemberian kredit kepada PT SNP sebesar Rp400 miliar. Darmadi mengatakan, memang aset yang jadi agunan PT SNP telah dicadangkan di bank untuk menutup kerugian Bank Mandiri.
Namun dia pesimis bisa menutup kerugian Bank Mandiri lantaran laporan BPK mengungkapkan bahwa nilai agunan SNP tidak mencukupi nilai baki debet fasilitas kredit. Makanya, dia mendorong kredit macet di PT SNP ini msauk ranah pidana karena sudah ada potensi penipuan atau fraud berupa penggelembungan aset di dalamnya. “Kalau ada penipuan dikejar dong. Kan ada penggelembungan aset disitu dan patut diduga ada keterlibatan internal bersama PT SNP disitu,” pungkasnya.
Sementara itu, Corporate Secretary PT Bank Mandiri, Teuku Ali Usman yang coba dikonfirmasi soal kredit macet PT SNP yang merugikan Bank Mandiri Rp400 miliar ini, sampai saat ini tidak merespon telepon atau pesan Whatsapp yang dikirimkan. Begitu juga DIrut Bank Mandiri, pesan WA yang dikirimkan kepadanya tak dibalas. (HS)