HALUANSULTRA.ID- Di balik lengangnya jalan-jalan kota, poster-poster kampanye yang mulai lusuh, dan spanduk yang perlahan ditinggalkan oleh sorot mata calon pemilih, masa tenang Pilkada bukanlah waktu istirahat bagi semua pihak. Justru, di balik tirai kesunyian ini, ada pergerakan yang jauh dari kata tenang. Puadi, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, membuka percakapan dengan nada peringatan.
“Masa tenang adalah masa yang paling rawan. Politik uang bisa menyusup di saat-saat seperti ini, menawarkan janji dengan lembaran rupiah,” ucapnya dengan tegas. Kata-katanya bukan tanpa dasar. Di masa tenang, ketika kampanye dilarang, iming-iming uang sering menjadi senjata terakhir bagi mereka yang mencari suara.
Tiga hari masa tenang, dari 23 hingga 26 November 2024, bukan sekadar waktu menunggu hari pencoblosan. Bagi Bawaslu dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), ini adalah waktu berjaga, memastikan integritas demokrasi tetap terjaga. Puadi menekankan pentingnya koordinasi antara Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan. “Kita harus waspada. Tak ada ruang untuk lengah,” ujarnya. Namun, tugas ini tak sederhana. Dilansir dari laman Herald.id
Puadi mengakui kelemahan struktural Bawaslu yang tidak memiliki kewenangan untuk menggeledah atau memaksa. Di sinilah Gakkumdu hadir, menjadi penyeimbang, melindungi integritas pemilu melalui kekuatan hukum yang lebih solid. Meski begitu, ancaman tak hanya datang dari oknum yang ingin membeli suara. Ada pula stereotip yang menempatkan perempuan sebagai target mudah politik uang, sebuah realitas yang menjadi sorotan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Perempuan kerap dianggap lemah, mudah dipengaruhi. Itu harus dihentikan,” ungkapnya di kesempatan terpisah. Di atas kertas, semua ini tercantum dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024. Namun di lapangan, aturan hanyalah pedoman. Eksekusinya bergantung pada kekuatan moral dan ketegasan aparat. Bagi mereka yang memegang prinsip demokrasi, masa tenang bukan hanya soal menunggu. Ini adalah ujian integritas.
Ketika 27 November tiba, saat bilik suara dibuka dan tinta biru menghiasi jari-jari pemilih, keheningan itu akan pecah oleh suara-suara harapan. Tetapi sampai saat itu, tugas berjaga terus berlangsung. Sebab di balik keheningan masa tenang, ada tarikan-tarikan kepentingan yang bisa mengoyak demokrasi. (HS)