Apartemen Hong Kong Terbakar, Sudah 6 WNI Dilaporkan Meninggal

waktu baca 3 menit
Sabtu, 29 Nov 2025 20:22 996 Admin HS

HALUANSULTRA.ID – Asap yang membubung dari Wang Fuk Court di Tai Po, Hong Kong, masih menyisakan bau plastik terbakar yang menempel di udara, seperti luka yang belum sempat dibalut. Dari delapan blok setinggi 31 lantai itu, tujuh kini tinggal rangka hitam, berongga, dan dingin.

Tetapi jauh sebelum puing-puing itu mengeras, kabar dari kota asing itu mendarat di tanah air jumlah WNI yang meninggal bertambah. Enam orang. Enam nama yang tak sempat pulang. Kementerian Luar Negeri mengonfirmasi melalui suara Vahd Nabyl A Mulachela, juru bicara yang tenang namun terdengar menahan napas, bahwa polisi Hong Kong telah memverifikasi enam korban asal Indonesia.

KJRI Hong Kong, yang semalaman menjemput informasi dari berbagai sudut kota, kini sibuk menghubungi keluarga sebagian di Jawa, sebagian di Sulawesi, sebagian entah di mana, menunggu telepon yang tak pernah mereka inginkan. Di Tai Po Community Center, posko darurat dibuka. Logistik mengalir, bukan untuk kembali menata hidup, tetapi sekadar bertahan dalam masa yang membingungkan.

Para pekerja migran yang selamat kini menggigil bukan hanya karena udara musim dingin, tetapi oleh ingatan tentang alarm kebakaran yang tak pernah berbunyi. “Tak terdengar apa-apa,” kata beberapa penghuni dan itu lebih menakutkan daripada suara sirene mana pun, dilansir dari Herald.id

Di Hong Kong, angka kematian terus naik 128 jiwa. Dalam konferensi pers, Sekretaris Keamanan Chris Tang mengakui alarm kebakaran kompleks itu tak berfungsi baik. Penyelidikan mungkin makan waktu tiga hingga empat minggu.

Waktu yang, bagi keluarga di Indonesia, tidak pernah cukup untuk menjelaskan bagaimana seorang anak, saudara, atau ibu bisa pergi dalam bangunan yang mestinya aman. Di kampung halaman, berita ini melintas seperti angin pagi yang getir tidak terlihat, tetapi terasa menusuk hati.

Enam paspor merah kini kehilangan pemiliknya. Enam perjalanan hidup terputus bukan di tanah sendiri, melainkan di sebuah negeri yang selama ini mereka layani dengan kerja-kerja yang tak selalu terlihat. Dari balik puing Wang Fuk Court, dunia tampak berjalan seperti biasa.

Namun bagi mereka yang menunggu kabar di rumah yang memandangi telepon, yang memeluk foto, yang berdoa diam-diam hari ini tidak biasa. Hari ini adalah hari ketika jarak terasa seperti dinding yang tak bisa ditembus.

Dan dari tragedi itu, Indonesia kembali belajar: bahwa di luar negeri, di tempat yang kita kira maju dan tertata, keselamatan tetap bisa bocor, dan nyawa tetap bisa hilang, tanpa peringatan apa pun. Enam nama kini menjadi bagian dari daftar panjang pekerja migran yang pulang tidak dengan koper, tetapi dengan kabar duka. Enam nama yang menuntut negara kedua negara untuk tidak lagi alpa. (bs)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

    LAINNYA
    x