Copot Anwar Usman, MKMK Juga Larang Tangani Sengketa Pemilu 2024

HALUANSULTRA.ID- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akhirnya menjatuhkan sanksi kepada Ketua MK, Anwar Usman. Adik ipar Presiden Jokowi itu dicopot dari jabatannya sebagai ketua MK. Dia juga dihukum tidak boleh lagi menjadi pimpinan MK hingga masa jabatannya berakhir. Tidak hanya itu, Anwar Usman juga dihukum tidak boleh menangani sengketa Pemilu 2024. Termasuk sengketa yang berkaitan Pilpres 2024. Dalam putusannya, MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat. Keputusan ini dibacakan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie.

“Memutuskan menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim kontitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” ujar Jimly dalam sidang pelanggaran kode etik hakim MK, Selasa, 7 November 2023.

Jimly menjelaskan pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman di antaranya, sebagai Ketua MK, Anwar Usman terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama. Kemudian, terbukti dengan sengaja membuat ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, dan ceramah yang dilakukan di salah satu universitas berkaitan dengan perkara syarat pencalonan calon presiden dan calon wakil presiden terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, berupa prinsip ketakberpihakan.

MKMK telah memeriksa sembilan hakim konstitusi untuk dugaan pelanggaran etik dalam putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait dengan putusan syarat batas usia capres dan cawapres. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut banyak pelanggaran etik yang ditemukan setelah memeriksa sembilan hakim serta pihak-pihak lain.

Di antaranya, masalah hubungan kekerabatan, di mana hakim diminta mundur dari perkara ternyata tidak mundur. Lalu, hakim berbicara di depan publik mengenai isu yang ditangani. Ketiga, ada hakim yang saking kesal marah kepada publik padahal itu masalah internal. Pelanggaran lain adalah prosedur registrasi yang loncat-loncat. Misalnya laporan ditarik tapi dimasukkan lagi serta sejumlah pelanggaran etik lainnya. (HS)

Tinggalkan Balasan