HALUANSULTRA.ID, KOLAKA UTARA – Di balik perbukitan sunyi Desa Rante Baru, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra) tersembunyi sebuah rahasia alam yang seolah sengaja disembunyikan bumi. Ada sebuah gua. Namanya, Gua Tapparang, nama yang dalam bahasa lokal berarti telaga.
Perjalanan menuju gua ini dimulai dari Lasusua, ibu kota Kolaka Utara. Jalan beraspal membawa kita pada lintasan yang kian sepi, diiringi deretan pepohonan dan udara yang semakin dingin. Belum habis rasa takjub atas keindahan perbukitan, tiba-tiba jalan menukik tajam. Di situlah petualangan sesungguhnya dimulai.
Hanya sekitar 200 meter dari jalan Trans Sulawesi, anak tangga menanjak tegak seperti menantang siapa pun yang berani mendekat. Kemiringannya mencapai 80 derajat, cukup untuk membuat lutut bergetar bahkan sebelum rasa takut muncul.
Setiap langkah menanjak membawa sensasi unik, sepi, sunyi, tetapi terasa ada yang mengamati dari balik pepohonan. Sesekali angin menerpa wajah, membawa aroma bebatuan basah dan dedaunan tua.
Begitu sampai di puncak, mulut Gua Tapparang terbentang seperti rahang raksasa purba. Stalaktit dan stalagmit tergantung anggun, tetesan air jatuh perlahan, membentuk irama alam yang tak bisa ditiru oleh suara manusia mana pun.
Namun keajaiban sesungguhnya menanti di bawah sana. Puluhan anak tangga licin menurun menuju telaga tersembunyi di dasar bumi. Dan di sanalah dunia berubah.
Permukaan air telaga tampak seperti cermin tak terlihat, jernih, sunyi, dan memantulkan bebatuan dinding goa dengan sempurna. Cahaya matahari yang masuk dari celah bebatuan jatuh ke permukaan air, pecah menjadi serpihan cahaya yang menari-nari seperti kunang-kunang surgawi.
Bagi penyelam, telaga ini bukan sekadar tempat berenang. Namun sebuah labirin air yang memanggil para penantang adrenalin. Salman Luthfi, penyelam dari Patampanua Diving Club, menceritakan dengan mata berbinar bagaimana lorong bawah air Gua Tapparang belum pernah ditemukan ujungnya.

Mereka baru mencapai kedalaman 24 meter, dan di sana stalagmit besar berdiri kokoh seperti tiang istana bawah air. Saat menyelam lebih dalam, suhu air tiba-tiba berubah, gelap menggantikan cahaya, dan hanya udang hitam yang tampak melintas menjadi satu-satunya penanda kehidupan.
“Semakin dalam, semakin hening. Seolah bumi menelan suara kita,” ujar Salman. Sensasi ini membuat penyelam di Gua Tapparang bukan sekadar olahraga, tapi pengalaman memasuki rahasia alam yang belum tersentuh manusia.
Namun Gua Tapparang tidak hanya menggoda karena keindahan visualnya. Di sisi kanan liang gua terdapat batu berbentuk seorang manusia tengah duduk tahiyat, dibalut sarung kotak-kotak dan kain kafan putih. Di sekelilingnya, tempurung kelapa hangus, arang, telur, dan beras ketan hitam masih terlihat jelas, seolah seseorang baru saja meninggalkan doa.
Banyak yang meyakini air telaga ini mampu menghapus guna-guna, melepas nazar, bahkan mendatangkan berkah tanpa batas. Tak jarang, pengunjung datang diam-diam di malam hari, hanya untuk mengambil seteguk air atau mengikat tali di pohon besar dekat mulut gua dengan harapan hajat mereka dikabulkan.
Konon, pada malam Jumat, suara gong dan hentakan kaki tari melulo terdengar menggema dari dalam gua, seolah ada kehidupan lain di dunia yang tak kasat mata. Beberapa warga bahkan mengaku pernah mendengar suara orang menumbuk padi, namun ketika dicari, tak ada siapa-siapa. Semuanya hilang, ditelan diam.
Fasilitas di gua ini kini mulai dibenahi. Ada gazebo untuk beristirahat dan jalur tangga permanen. Namun meski telah tersentuh pembangunan, suasana asli Gua Tapparang masih terjaga.
Tidak ada suara mesin atau hiruk-pikuk wisata komersial. Hanya suara napas Anda sendiri yang mengingatkan bahwa anda sedang berada di ruang suci, tempat alam dan misteri bertemu.
Gua Tapparang bukan destinasi biasa. Gua ini tidak sekadar mengundang mata untuk melihat, tetapi mengajak jiwa untuk merasakan. Setiap tetesan air, setiap desir angin, setiap bayangan batu seolah berbicara tentang sesuatu yang belum selesai diceritakan. Di tempat ini, Anda tidak hanya menjadi wisatawan, tetapi juga saksi sebuah rahasia yang bumi simpan rapat selama ribuan tahun.
Akses dan Perjalanan
- Jarak tempuh: ±1 jam dari Ibukota Kolaka Utara, Lasusua.
- Akses kendaraan: Dapat dilalui kendaraan roda dua dan empat.
- Tantangan perjalanan: Pengunjung harus menaiki ratusan anak tangga dengan kemiringan mencapai 80 derajat sebelum mencapai mulut gua.
Keunikan Gua Tapparang
- Mulut gua dipenuhi stalaktit dan stalagmit yang memanjang sekitar 50 meter.
- Telaga alami dengan air sebening kristal, cocok untuk aktivitas berenang dan menyelam.
- Pemandangan bawah air memukau: Ornamen batuan kapur, cahaya matahari yang menembus celah gua, serta suasana hening menciptakan sensasi mistis sekaligus menenangkan.
Surga Bagi Penyelam
- Penyusuran telaga dilakukan dengan peralatan selam profesional.
- Kedalaman mencapai 24 meter dengan beberapa tingkatan.
- Lorong bawah air dipercaya masih menyimpan jalur yang belum terjelajahi manusia.
- Di kedalaman, hanya ditemukan udang hitam sebagai satu-satunya makhluk hidup. (Rus)





