
HALUANSULTRA.ID- Kasus penculikan anak yang terus bermunculan di berbagai daerah membuat keresahan masyarakat meningkat. Setiap laporan hilangnya anak selalu memicu kepanikan kolektif, sebuah tanda bahwa ancaman terhadap keselamatan anak kini berada di titik yang semakin serius. Situasi itulah yang mendorong Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyerukan langkah pengamanan yang lebih menyeluruh.
Data resmi menunjukkan kondisi yang tidak lagi bisa dianggap sebagai kasus insidental. KemenPPPA mencatat jumlah korban yang terus bertambah dari tahun ke tahun. “KemenPPPA mencatat 91 kasus penculikan anak di Indonesia, dengan jumlah korban sebanyak 180 anak di kurun waktu 2022–Oktober 2025,” kata Arifah, Sabtu (15/11/2025). Ia menjelaskan, salah satu motif utama para pelaku adalah ekonomi. Banyak anak dijadikan alat mencari keuntungan, terutama dalam praktik perdagangan orang. “Misalnya dipekerjakan sebagai pengemis di berbagai kota (TPPO),” ujarnya. Dilansir dari laman Herald.id
Ia menambahkan, ada pula kasus penculikan yang didorong dendam. “Motif lainnya dendam, masalah pribadi orang tua. Penculikan anak dilakukan oleh orang tua non-hak asuh sebagai bentuk pembalasan terhadap orang tua yang memiliki hak asuh,” tambahnya. Untuk mencegah semakin banyak korban, Arifah meminta masyarakat lebih waspada dan aktif melaporkan setiap informasi terkait penculikan. Menurutnya, perlindungan anak adalah kerja bersama. Ia mendorong penguatan pengawasan di ruang publik.
“Penempatan petugas keamanan dan CCTV di taman-taman bermain anak, memperbanyak kelompok-kelompok bermain (KB/Playgroup) untuk anak balita berbasis masyarakat, yang menjadi alternatif bagi pasangan muda yang bekerja,” jelasnya. Ia juga menekankan peran aparat penegak hukum. “Penegakan hukum dan respons cepat, di mana aparat penegak hukum menjadi garda terdepan untuk memastikan tidak terjadi pengulangan kasus,” ucapnya.
Peringatan Arifah muncul di tengah perhatian besar terhadap beberapa kasus penculikan terakhir. Publik digemparkan oleh kasus Bilqis, balita empat tahun asal Makassar yang ditemukan di Jambi setelah hampir seminggu hilang. Ia diduga dijual kepada kelompok Suku Anak Dalam menggunakan dokumen palsu. Di sisi lain, kasus hilangnya Alvaro Kiano Nugroho, bocah enam tahun dari Pesanggrahan, Jakarta Selatan, masih misterius. Sudah delapan bulan berlalu, namun pencarian belum membuahkan hasil.
Kecenderungan meningkatnya kasus penculikan ini menjadi tanda bahwa upaya perlindungan anak di Indonesia harus ditingkatkan secara serius, terstruktur, dan melibatkan semua pihak. Semakin cepat langkah pencegahan diambil, semakin kecil peluang anak-anak menjadi korban berikutnya. (HS)

Tidak ada komentar