Satpol PP Di Simpang Jalan “Tegas dan Humanis” Oleh : Suryo Purnomo, S.IP

HALUANSULTRA.ID – Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja, memberikan definisi Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah, perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat.

Sedangkan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya Pol PP adalah anggota Satpol PP sebagai aparat Pemerintah Daerah yang diduduki oleh pegawai negeri sipil dan diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman serta perlindungan masyarakat.

Dalam berbagai literatur istilah Pamong Praja memiliki makna yang sangat baik, misalnya kata “Pamong” berarti pendidik, pengasuh bahkan ada yang mengartikan pengurus pemerintahan dan masyarakat, sedangkan arti kata “Praja” bermakna negeri, kerajaan atau dalam dimensi sekarang yakni Kota atau Daerah.

Bahkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah Pamong Praja berarti Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan negara. Mengingat besarnya peranan dari Satpol PP tersebut, diharapkan Pemerintah Daerah memaksimalkan fungsi Satpol PP dilapangan untuk mewujudkan Visi dan Misi Pemerintah Daerah, dimana Penegakan Perda menjadi Indikator Utama dari janji/komitmen dan kualitas percepatan pembangunan serta pelayanan publik pemerintah di daerah lebih khusus kepala daerah.

Dalam rangka Penegakan Perda dan Perkada, Satpol PP diberi kewenangan menertibkan dan menindak warga atau badan hukum yang menggangu ketentraman, melakukan pemeriksaan dan diperbolehkan mengambil tindakan represif non yustisial dengan tetap mengedepankan keadilan dan pendekatan humanis.

Agar dapat melakukan pengawasan atau tindak lanjut yang cepat atas pelanggaran perda dan perkada di lapangan, sesuai dengan Standar Operational Procedure (SOP) sehingga dapat mewujudkan terciptanya ketertiban umum, kenyamanan dan tegaknya Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

Peran Satpol PP khususnya dalam percepatan pelayanan publik seringkali menghadapi tantangan yang cukup besar, dimana persepsi yang berkembang pada masyarakat perihal Satpol PP menjadi salah kaprah atau disalahgunakan. Misalnya selama ini satpol PP diidentikan dengan pembubaran, penertiban dan penggusuran bahkan beberapa dipersepsikan sebagai penjaga pos dimasing-masing instansi atau rumah kediaman, atau yang lebih miris hanya mengatur parkir di sejumlah kantor-kantor pemerintah daerah sehingga masyarakat selalu resisten dengan kehadiran Satpol PP.

Belum lagi apabila berbicara mengenai pelatihan induksi di Internal Satpol PP. Penanaman materi dasar atau fundamental seperti berkaitan dengan HAM, pelatihan komunikasi persuasif, pendekatan berbasis keadilan serta mampu melakukan rekayasa sosial dan kultur hukum secara positif menjadi tantangan yang cukup berat bagi aparat Satpol PP hari ini.

Hal ini pastinya tidak bisa dibiarkan terus menerus, mengingat fungsi dan wewenang dari Satpol PP diproyeksi mampu mempercepat kualitas pembangunan, ketertiban dan kenyamanan masyarakat masyarakat di daerah. Untuk itu problem Pamong Praja ini hendaknya segera dapat berakhir dengan melakukan pembinaan serius, pelatihan yang komprehensif, pendidikan berbasis performa komunikasi serta dukungan multi sisi termasuk peningkatan keterampilan petugas Satpol PP dalam penanganan konflik dan inovasi dalam penegakan peraturan daerah yang substansinya berat dan sistemik.

Sehingga, perannya di tengah publik dapat dirasakan fungsinya dalam menciptakan kota atau daerah yang tertib, aman, dan nyaman. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Bidang ketertiban umum, ketentraman masyarakat, perlindungan masyarakat dan penegak produk hukum daerah, kegiatan Satpol PP harus dapat dikemas sedemikian rupa agar dapat di terima oleh Masyarakat.

Hal ini dilakukan agar resistensi mayarakat dapat berubah menjadi respek dimana antipati publik terhadap Satpol PP harus diubah menjadi simpati. Untuk itu diperlukan sinergi dengan masyarakat luas, terutama media sebagai bagian dari edukasi, sebagai upaya bersama untuk menumbuhkan budaya tertib dan sadar hukum di masyarakat.

Stigma yang telah melekat kepada Satpol PP selama ini harus diubah dan disesuaikan dengan budaya Penegakan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang persuasif dan mengayomi, karena Satpol PP punya peran yang penting dalam mewujudkan ketentraman dan ketertiban wilayah. Penegakan Perda dan Perkada harusnya bersifat tegas, tetapi dalam koridor yang humanis.

Oleh karena itu, penyampaian tugas-tugas Satpol PP oleh media harus berdasarkan fakta dan menjadi bahan yang menarik untuk diberitakan, dimana peran dalam menjaga ketertiban dan ketentraman wilayah mestinya mendapat wadah untuk disampaikan kepada publik.
Untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat, dapat dilakukan melalui Media Konvensional maupun Media Sosial.

KARENANYA sebenarnya banyak aksi Satpol PP yang patut diapresiasi, namun masyarakat jarang tahu mengenai hal tersebut sehingga butuh amplifikasi lewat media. Melalui kerjasama Media dan Satpol PP beserta Instansi Terkait diharapkan Stigma dapat dihilangkan bahkan resistensi masyarakat bisa berubah menjadi kerinduan, sehingga ketika ada masalah ketidaktertiban, ketidaktentraman dan kebencanaan, Satpol PP akhirnya bisa dirindukan kehadirannya oleh Masyarakat. (HS)

Penulis Adalah Seksi Penegakan
Bidang Penegakan Perda
Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Sulawesi Tenggara

Tinggalkan Balasan