BKKBN : Pangan Lokal Bisa Jadi Langkah Cegah Stunting di Musim Kemarau

HALUANSULTRA.ID – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan, pangan lokal bisa menjadi langkah antisipasi setiap keluarga, untuk mencegah stunting pada anak saat menghadapi krisis kemarau. Hal tersebut, disampaikan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Kick Off Meeting di Jakarta, Jumat (17/02/2023).

“Makanya pendidikan pembelajaran dan sosialisasi (mengenai pencegahan stunting melalui panganan lokal) itu penting,” ujar Kepala BKKBN. Menanggapi adanya prediksi memasuki kemarau yang lebih kering.

Hasto menuturkan, pangan lokal yang murah bisa menjadi suatu alternatif dalam mencegah stunting. Sebagai negara adidaya pangan, Indonesia bisa mengakali kemungkinan menyebabkan krisis pangan di sejumlah daerah, dengan pangan lokal lainnya yang relatif baik untuk dikonsumsi oleh anak.

Hasto mencontohkan kekeringan menyebabkan beras menjadi langka, maka masyarakat bisa mengakalinya dengan memakan singkong sebagai pemenuhan karbohidrat. Ia mengingatkan, keluarga untuk tidak terpaku pada makanan instan seperti mie untuk mengenyangkan perut anak.

Menurut Hasto, setiap keluarga perlu mengubah pola pikirnya untuk tidak berfokus pada makanan instan yang lebih mudah diolah, meski mempunyai pekerjaan yang padat. Ia menyarankan, agar orang tua menyediakan waktunya sedikit untuk belajar mengolah pangan lokal sebagai Makanan Pendamping ASI (MPASI).

Salah satunya, belajar membuat bubur atau memasak makanan yang mengandung protein hewani, dengan harga yang murah dan mudah didapat seperti telur, ikan semacam lele atau kembung dan daging ayam.

Kepala BKKBN mengingatkan, kemarau mungkin dapat berdampak pada perekonomian keluarga. Sehingga, dirinya menyarankan, supaya orang tua tidak terpaku pada bagaimana menyediakan susu formula bagi anak.

Sebab, pemenuhan gizi anak melalui susu yang terbaik sudah disediakan Tuhan melalui seorang ibu, yang bisa memberikan ASI eksklusif sampai anak berusia enam bulan. “Pencegahan stunting itu sebetulnya murah, kuncinya itu di protein hewani.

Menurut saya, tidak usah mahal-mahal. Kenapa harus beli mie yang mohon maaf kita tidak tahu kandungan gizinya sebaik apa bagi anak, jangan hanya merasa ingin keren saja,” ujarnya. (HS/NDT)

Tinggalkan Balasan