Proses Bisnis Evaluasi RB Disederhanakan, Pemerintah Tidak Repot Urus Dokumen

HALUANSULTRA.ID – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), melakukan penyederhanaan proses bisnis evaluasi reformasi birokrasi (RB). Hal tersebut disampaikan oleh MenPANRB Abdullah Azwar Anas di Jakarta, Rabu (22/02/2023).

Manfaatnya, instansi pemerintah tidak lagi direpotkan dengan urusan administrasi, karena tidak perlu lagi mengirim data dukung yang cukup banyak. Anas mengatakan, dengan metode evaluasi RB yg baru ini, akan memperbaiki kualitas indeks.

Indeks reformasi birokrasi yang digunakan untuk mengukur pelaksanaan reformasi birokasi, yang selama ini kurang korelasi kuat dengan capaian indikator pembangunan dan daya saing, karena lebih fokus ke proses bukan pada hasil.

“Penilaian yang kita lakukan lebih menitikberatkan pada dampak, bukan proses. Apakah dampak dari reformasi birokrasi ini benar-benar dirasakan? Itu yang akan kita ukur,” ujar MenPANRB. Simplifikasi proses bisnis dilakukan pada tahapan penilaian mandiri, sehingga penilaian dilakukan oleh eksternal (Evaluator Meso).

Dampak dari proses ini menghasilkan efisiensi di daerah, yang setidaknya setara dengan 180 miliar per tahun. Jumlah efisiensi ini merupakan perkiraan total anggaran instansi pemerintah, yang dihabiskan untuk Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB).

“Jadi kita akan menghilangkan tahapan penilaian mandiri. Di tahap ini, ada instansi yang menyelenggarakan kegiatan sendiri hanya untuk mengisi PMPRB, bahkan ada yang membuat aplikasi agar mudah mengisi,” tuturnya.

Selama ini, instansi harus mengisi 259 indikator pada tahap PMPRB, sehingga membutuhkan banyak waktu dan tenaga untuk mengisi, karena dokumen yang di-input sangat banyak. Ke depan, Kementerian PANRB hanya berfokus pada 4 strategi dan 27 hasil.

Selain itu, RB juga membuat antar-instansi lebih kolaboratif. Evaluasi RB akan menyederhanakan indikator yang ada di pemerintahan. “Selama ini masing-masing instansi melakukan penilaian dengan memakai indikator masing-masing.

Misalnya pengukuran kepatuhan pelayanan publik, ternyata juga terdapat irisan dan persamaan dalam menilai indikator yang sama dalam evaluasi pelayanan publik. Dalam evaluasi SAKIP yang salah satu komponennya adalah perencanaan kinerja, selanjutnya juga di evaluasi dalam penilaian perencanaan pembangunan nasional, jangan sampai hasil keduanya bertolak belakang.

“Untuk apa kita jalan sendiri-sendiri. Lebih baik diintegrasikan,” tegasnya. Dengan penyederhanaan proses bisnis ini, Menteri Anas berharap evaluasi RB lebih efektif dan efisien. Dampak dari RB lebih terukur dan masyarakat dapat merasakan manfaatnya. (HS/HUMAS)

Tinggalkan Balasan