Kasus Pemerkosaan Anak Yatim Oleh Oknum Caleg Kolut, Keluarga Sebut Kinerja Polisi Lamban

HALUANSULTRA.ID – Keluarga korban pemerkosaan terhadap seorang anak yatim, sebut saja bernama Mawar di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan disorot oleh pihak keluarga. Mereka menilai, polisi bekerja lamban. Tante korban, MA mengatakan, lambannya penanganan polisi membuat aparat penegak hukum tersebut belum menahan seorang pun terduga pelaku. “Cukup lamban penanganannya (Kepolisian di Luwu Timur) kasus yang ditimpa (Ponakannya Mawar), hingga sekarang ini belum melakukan penetapan tersangka (diduga pelaku masih berkeliaran),” kata Bibi Mawar, dengan nada lesu saat dikonfirmasi Herald Indonesia, Sabtu 2 Desember 2023.

Bibi Mawar bilang, perjalan kasus ini sudah terbilang setengah bulan lamanya setelah kejadian di sebuah kamar Hotel di Sorowako, di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Rabu, 15 November 2023. MA mengatakan unsur bukti yang menjerat pelaku sudah terang sehingga meminta aparat segera menangkap pelaku. “Kenapa sampai sekarang, apa yang ditunggu ? Alat bukti seperti visum, ada bercak darah suprei, foto-foto dan CCTV, sudah dianggap cukup,” terangnya.

Sebelumnya, terduga pelaku yakni oknum calon legislatif (caleg) Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara yang sempat ditahan kini telah dibebaskan. Polres Luwu Timur berdalih, kasus ini masih dalam penyelidikan meski kasus ini sudah bergulir 15 hari setelah terjadinya dugaan pemerkosaan, di kamar hotel Sorowako, Luwu Timur, pada Rabu 15 November 2023 lalu.

“Kami belum melakukan penetapan tersangka atas kasus tersebut, karena kasus ini belum dinaikan statusnya atau penyidikan. Artinya belum bisa dilakukan tersangka,” kata Humas Polres Luwu Timur, Bripka M.Taufik, saat dikonfirmasi Herald Sulsel, Kamis 30 November 2023. Ditanya tentang oknum caleg Kolaka Utara yang diamankan di Polres Luwu Timur, Ia mengakui sudah membebaskan dan dipulangkan ke kampunganya. “Sudah dipulangkan, untuk kapan dia dibebaskan, saya tidak mengetahui pasti hari apa?,” ujarnya.

Bibi Mawar merasa kasus yang menimpa ponakannya begitu banyak bentuk kejanggalan. Ia mencoba menguraikan dengan nada cukup sedih salah satunya adalah dengan adanya uang Rp200 ribu yang menjadikan alat bukti kepolisian. Munculnya uang itu, Paman Mawar menambahkan bersumber darinya yang dimintai oleh penyidik hingga sampai dua Rp. 200 ribu.

Uang tersebut tiba-tiba ada dijaket korban pada saat dirawat di rumah sakit. Uang itu baru ditemukan setelah di BAP, sebanyak Rp 100 ribu. “Itupun, uang saya tambahkan Rp100 ribu, menjadi Rp 200 ribu. Uang saya tambah Rp100 ribu atas permintaan polisi, baru saya serahkan oleh penyidik di Polres Luwu Timur,” terangnya. Kejanggalan selanjutnya, Bibi Mawar menceritakan pihak penyidik Polres Luwu Timur, meminta untuk melakukan visum kembali di rumah sakit Bhayangkara di Makassar.

“Pada saat itu kan, saya dampingi Mawar (Korban) untuk melakukan pemeriksaan psikiater, tiba-tiba seorang polisi meminta saya turun untuk melakukan visum dua kali terhadap korban.” “Saya dipaksa untuk visum dua kali, tapi saya tolak,” ungkapnya. Diketahui, visum et repertum adalah alat bukti yang sah. Visum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan media terhadap seorang manusia (baik hidup maupun mati) atau bagian dari tubuh manusia.

Pihak penyidik Polres Luwu Timur, kembali meminta pihak rumah sakit untuk melakukan visum terhadap korban. Pihak dokter pun tidak mau dan menolak. Kata MA, pihak rumah sakit sudah yakini dengan visum pertama. “Itu yang disampaikan ke pada saya (Bibi Mawar) salah satu dokter di rumah sakit itu. Ia menjelaskan bahwa hasil visum ke duanya pasti sudah berubah. Jangankan satu hari, satu jam saya sudah bisa berubah hasilnya,” tandas Bibi Mawar mengulang cerita sang dokter.

Sementara, Dinas PPA Luwu Timur, Firawaty mengatakan melakukan upaya terbaik untuk melakukan mendampingi korban (Mawar) dan memfasilitasi semua kebutuhannya. “UPTD PPA terus mendampingi korban setiap proses tahapan pemeriksaan. Bahkan kami fasilitasi mobil perlindungan anak,” katanya saat dikonfirmasi Herald Indonesia. Firawaty juga mengakui bahwa dirinya tidak berangkat bersama korban ke Makassar. Alasanya, masih persiapan semua dokumen yang akan di bawa ke Makassar.

“Satu hari sebelumnya klien sudah di Makassar, karena mereka berangkat dari Sorowako langsung. Kami lagi persiapan semua dokumen yang akan dibawa ke Makassar,” Masalah pisah tempat tinggal, Firawaty mengatakan tempat awal direncanakan akan tinggal bersama kliennya. Namun, kondisi salah satu wisma bakal di tempati full.

“Kalau klien tadinya rencana semula nginap di rumah sendiri, karena katanya banyak rumah kost di Makassar, tapi tenyata full. Makanya saya kordinasikan ke sentra Wirajaya Kemensos kebetulan saya yang dampingi timnya yang datang ke Lutim selama dua hari terkait kasus ini,” ucapnya. “Alhamdulillah, dapat wisma tamu di sentra karena cuma satu kamar yang kosong yang lain full. Makanya teman-teman UPTD PPA dan penyidik nginap di tempat lain,” tuturnya.

Ditempat terpisah, Lembaga Bantuan Hukum Makassar (LBH Makassar), Azis Dumpa, mendesak Polda Sulsel, untuk turun mengevaluasi kinerja Polres di Luwu Timur, atas penanganan kasus dugaan kekerasan seksual. Seharusnya kasus ini sudah masuk dalam tahapan penyidikan. Katanya, ada beberapa kejanggalan melihat kasus tersebut dan terkesan cukup lamban melakukan menetapkan tersangka.

“Tidak ada alasan untuk tidak dinaikan ke tahapan penyidikan. Kasus kekerasan seksual (cukup terang) dan muda dibuktikan ditambah adanya visum dan bukti lainya seperti ada ditemukan bercak darah,” ungkapnya. Terlebih lagi, kasus kekerasan seksual cukup lama bergulir, tetapi saat ini belum ada dijadikan tersangka. Menurut Azis Polisi Luwu Timur cukup lamban melakukan penanganan kasus tersebut. (hs)

Tinggalkan Balasan