HALUANSULTRA.ID- Wajar bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025 oleh DPR. Itu menurut penilaian Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Ia menegaskan, dirinya tak berharap banyak pada DPR. “Karena terus terang saja, saya tidak bisa berharap banyak pada DPR untuk mengesahkan UU perampasan aset,” ucap Boyamin. Dilansir dari laman Herald.id.
Untuk membahas RUU Perampasan Aset pernah dimasukkan ke DPR, lebih dari satu dekade lalu. Namun, hingga kini tidak kunjung rampung. “Nah ini kan suatu memang keinginannya DPR tidak akan mengesahkan itu, ya karena bahasa ku kalau RUU perampasan aset disahkan, itu akan menembak kakinya sendiri.
Jadi ya kalau tidak ada desakan masyarakat yang luas gitu, DPR tidak akan pernah mengesahkan itu, karena kalau pengen mengesahkan ya tahun 2010 mestinya sudah disahkan,” jelasnya. Dijelaskan Boyamin, masyarakat bisa saja melakukan desakan melalui media sosial, agar DPR dan pemerintah segera mensahkan RUU perampasan aset.
“Tetapi kalau saya sendiri akan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memaksa pemerintah dan DPR untuk membahas dalam jangka waktu maksimal dua tahun,” ungkapnya. Ia mengingat pengalamannya dahulu saat mengajukan gugatan ke MK perihal asuransi jiwa bersama yang melibatkan PT (Perseroan Terbatas) Bumiputera. Saat itu, mereka juga meminta untuk diatur dalam UU maksimal dua tahun. “Karena waktu itu pengaturan urusan asuransi hanya berupa Perseroan terbatas (PT).
Padahal ada usaha bersama, nah dari sisi itu kemudian diperintahkan, disahkan UU tentang asuransi bersama yang bukan berupa PT dalam jangka waktu maksimal dua tahun, dan akhirnya dikabulkan oleh MK,” ungkap Boyamin. Berdasarkan pengalaman itu, Boyamin yakin MK akan mengabulkan gugatan mereka. “Nah itu kan sebenarnya hanya segmen terbatas asuransi itu, itu saja dikabulkan MK. Maka ketika ini segmennya seluruh rakyat Indonesia dan kepentingan negara, maka mestinya MK nanti mengabulkan,” jelasnya.
Sekadar diketahui, DPR tetap tak memasukan RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolenas) prioritas. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahhmad Doli Kurnia mengatakan, banyak unsur yang perlu diperhatikan dalam membahas RUU ini, termasuk mengenai penamaannya. “Tapi kalau menurut saya, kita harus hati-hati juga ini bicara soal undang-undang perampasan aset. Seperti yang pernah saya jelaskan, mulai dari penamaannya saja menurut saya kan juga harus kita bahas,” kata Doli di Jakarta.
Doli menjelaskan, penggunaan istilah “perampasan” dalam RUU ini akan diartikan negatif oleh beberapa pihak. Padahal, jika mengacu pada United Nations Anti-Corruption Convention mengartikan rancangan ini sebagai perbaikan aset-aset. Selain mengenai penamaan yang mesti dilakukan secara hati-hati, Doli turut membeberkan alasan lain mengapa RUU Perampasan Aset tak kunjung segera dituntaskan DPR RI. Jika dilihat dari sisi prioritas, ia mengungkap masih ada RUU yang dinilai jauh lebih penting untuk disegerakan.
Diketahui, naskah RUU Perampasan Aset sudah disusun sejak 2008, dan baru berhasil ke dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2023. Namun demikian, sejak Presiden Joko Widodo mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR pada Mei 2023, hingga kini belum juga ada sinyal pembahasan. Setidaknya, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres diterima DPR, tetapi nasib RUU Perampasan Aset tetap menggantung, bahkan sampai para legislator DPR periode 2019-2024 merampungkan masa tugasnya. (HS)