HALUANSULTRA.ID – Aparatur sipil negara (ASN) atau penyelenggara lainnya dilarang memberi atau menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya. Menerima atau memberi hadiah yang berhubungan dengan jabatan aparatur negara merupakan bagian dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme atau KKN.
Larangan ini termasuk pengendalian dan pecegahan korupsi menjelang hari raya keagamaan, terutama Idulfitri yang dirayakan beberapa pekan lagi. Penekanan tersebut diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Surat Edaran Ketua KPK No. 7 tentang Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, mengapresiasi larangan yang diterbitkan KPK itu. “ASN wajib menjadi teladan dengan tidak memberi atau menerima ‘hadiah’ yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugasnya,” ujar Rini, baru-baru ini.
Permintaan dana atau hadiah berupa Tunjangan Hari Raya (THR) atau sebutan lain, adalah hal yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi.
Berdasarkan pasal 12B dan 12C Undang-undang No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bila aparatur negara menerima gratifikasi, wajib melaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja. Dalam edaran yang diterbitkan KPK itu, apabila menerima gratifikasi berupa bingkisan makanan/minuman yang mudah rusak, dapat disalurkan sebagai bantuan sosial kepada yang membutuhkan, dan melaporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) pada masing-masing instansi.
Laporan kepada UPG itu harus disertai dengan penjelasan dan dokumentasi penyerahannya. Kemudian UPG melaporkan rekapitulasi laporan tersebut kepada KPK.
Selain terkait larangan penerimaan dan pemberian gratifikasi, edaran itu juga melarang penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. “Misalnya, ASN tidak boleh menggunakan kendaraan dinas untuk mudik. Masyarakat yang melihat hal tersebut bisa melaporkannya,” tegas Rini.
Perayaan hari raya keagamaan ini adalah tradisi untuk meningkatkan silahturahmi dan religiusitas. Namun perayaan tersebut harus dilakukan secara wajar, memperhatikan norma sosial dan mematuhi peraturan yang berlaku.
Edaran ini merupakan bentuk komitmen mencegah korupsi dalam momen yang rawan gratifikasi, termasuk dalam sektor birokrasi pemerintah. “Tujuan luasnya adalah mendukung Upaya pencegahan korupsi, khususnya pengendalian gratifikasi terkait hari raya keagamaan atau hari raya besar lainnya,” tulis surat yang ditandatangani Ketua KPK Setyo Budiyanto itu.
Sebelumnya, 17 Maret 2025 Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 100.3.4.1/17 Tahun 2025. Surat ini tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya.
Surat edaran ini ditujukan kepada seluruh jajaran pemerintahan, termasuk Sekretaris Daerah, staf ahli, kepala perangkat daerah, BUMD, serta seluruh pegawai negeri sipil dan PPPK di lingkungan Pemprov Sultra.
Dalam surat edaran ini, terdapat beberapa poin penting yang harus dipatuhi oleh seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara, dilarang menerima atau memberi gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugasnya, termasuk dalam bentuk tunjangan hari raya (THR), uang, barang, atau hadiah lainnya baik dari individu maupun perusahaan.
“Jika ada penerimaan gratifikasi yang tidak dapat ditolak, wajib dilaporkan kepada KPK dalam waktu 30 hari melalui, Aplikasi Pelaporan Gratifikasi Online (GOL) di https://gol.kpk.go.id. Email: [email protected]. Layanan KPK: Telepon 198 atau WhatsApp +62811144575,” isi surat edaran tersebut.
Poin lainnya, terkait larangan penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. Kemudiann, Masyarakat, perusahaan, dan asosiasi dihimbau mntuk tidak memberikan gratifikasi kepada pegawai negeri atau pejabat daerah. Jika terjadi permintaan gratifikasi atau pemerasan, diminta segera melaporkan ke aparat penegak hukum atau Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Surat edaran ini telah ditembuskan kepada KPK RI, Ketua DPRD Provinsi Sultra, Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Provinsi, serta insan pers/media agar sosialisasi dan pengawasan dapat berjalan secara efektif. (Imn/HS)