HALUANSULTRA.ID, KOLAKA – Pembangunan pabrik pemurnian nikel (smelter) PT Ceria Nugraha Indotama Group (CNI Group) mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan perbankan Indonesia mendukung melalui anak usahanya PT Ceria Metalindo Prima (CMP). Hal ini pun sejalan dengan cita-cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mempercepat hilirisasi industri nikel melalui Proyek Strategis Nasional (PSN).
Dukungan nyata pemerintah dan perbankan tersebut diwujudkan melalui pemberian fasilitas pembiayaan term Ioan senilai USD277,6 juta untuk pembangunan Line I fasilitas pengolahan Bijih Nikel Laterit Rectangular Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) 1 x 72 MVA di Blok Lapao-pao, Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Pembiayaan ini dikucurkan oleh sindikasi perbankan yang terdiri dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk., (BJB) dan PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Bank Sulselbar).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Arifin Tasrif mengatakan, sesuai amanah Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba), pemerintah berkomitmen untuk mendorong dan mempercepat hilirisasi industri nikel di Indonesia agar menghasilkan nilai tambah, salah satunya melalui pembangunan smelter.
Kata Menteri ESDM, selama ini kita selalu kehilangan kesempatan untuk memperoleh nilai tambah dari pengelolaan nikel. Ada banyak kendala yang kita hadapi dalam mempercepat hilirisasi, mulai dari teknologi yang masih terbatas dan pendanaan yang tidak tersedia, sehingga kita menjual bahan mentah. “Namun dengan implementasi UU Minerba, hilirisasi ini telah memberikan perubahan, dimana nilai tambah dari ekspor nikel sudah mencapai USD 20 miliar, jauh berbeda jika dibandingkan dengan ekspor material mentah,” kata Arifin dalam acara Penandatanganan Perjanjian Pembiayaan Smelter PT Ceria Metalindo Prima (CMP) yang digelar di kantor Kementerian ESDM, Kamis (6/4/2022).
Menurut Arifin, komoditi Nikel memberikan prospek besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain untuk dikonsumsi di dalam negeri, produk nikel juga sangat penting untuk industri baja. Di lain pihak, komoditi nikel juga sangat penting dalam mempercepat transisi energi, utamanya dalam mendukung industri baterai dan kendaraan listrik.
“Ini tentu menjadi nilai strategis bagi Indonesia. Karena itu saya meminta CNI Group untuk mengembangkan hilirisasisi berbagai produk lain secara global,” imbuhnya. Arifin menjelaskan, dukungan pendanaan oleh perbankan terhadap proyek smelter CNI Group ini menjadi salah satu inisiatif Kementerian ESDM selama ini untuk membantu proyek-proyek smelter di Indonesia yang mengalami kendala.
Berdasarkan catatan Arifin, jumlah proyek yang menunjukkan kemajuan kurang menggembirakan sempat mencapai 57 proyek pada beberapa waktu lalu. “Namun melalui inisiatif yang dilakukan Kementerian ESDM, jumlah proyek smelter yang mandek kini telah berkurang dari semula 57 smelter menjadi 12 smelter yang terdiri dari 8 smelter nikel, 3 smelter bauksit dan 1 smelter mangan,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Darmawan Junaidi mengatakan, pihaknya bangga dapat mendukung pembiayaan pembangunan Line I smelter Nikel Laterit Rectangular Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) milik PT Ceria Metalindo Prima ini. Pasalnya, kerjasama ini sangat spesial karena menjadi tonggak sejarah bukan hanya bagi Ceria Nugraha Indotama (CNI Group) namun juga bagi Bank Mandiri.
Menurut Darmawan, kesepakatan pembiayan tersebut menjadi bukti komitmen Bank Mandiri dalam mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN). CNI Group dan Bank Mandiri merancang skema pembiayaan secara project finance, yang juga merupakan project pembiayaan dimana Bank Mandiri menjadi Structuring dan Coordinating Bank.
“Kita patut berbangga, saat ini Indonesia menjadi negara penghasil nikel terbesar di dunia. Karena itu, kami mengapresiasi atas kerjasama bank bindikasi dengan pihak Ceria Metalindo Prima dan semoga ini berjalan baik dan dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi, memberikan nilai tambah bagi industri di dalam negeri, serta membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat,” imbuhnya.
Sementara itu, Presiden Direktur Utama CNI Group Derian Sakmiwata menyampaikan apresiasinya atas kepercayaan ketiga bank tersebut untuk mendanai proyek smelter CMP. Menurut Derian, dukungan pendanaan ini menjadi sejarah bagi Indonesia, dimana CNI Group yang merupakan Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk pertama kalinya mendapat dukungan pendanaan dari perbankan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Ini tentu menjadi milestone bagi CNI Group. Ini pertama kali dalam pembiayaan smelter di Indonesia melalui skema transaksi Project Finance bank nasional. Ini membuktikan bahwa industri anak bangsa bisa bangkit dengan dukungan pendanaan dari BUMN dan BUMD,” ungkap Derian.
Dengan dukungan pembiayaan sindikasi senilai USD 277,6 juta ini kata Derian, memberikan kepastian pencapaian target operasi tahap pertama smelter Bijih Nikel Laterit Rectangular Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) CMP dengan kapasitas 63,000 ton Ferronickel dengan kandungan nikel 22% atau setara dengan 13,900 ton Nickel per tahun dengan total nilai proyek Line I senilai USD 347 juta.
Dalam mengembangkan smelter nikel, saat ini CNI Group menggunakan 2 teknologi, yaitu teknologi Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas 4×72 MVA, terdiri dari 4 Iajur produksi untuk mengolah bijih Nikel Saprolite dan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih Nikel Limonite (Bijih Nikel kadar lebih rendah).
Rencana ini belum termasuk peluang pengembangan ke depan, mengingat CNI Group memiliki potensi deposit Nickel Laterite lebih dari 500 juta ton berdasarkan survey Geofisika dengan teknologi Geo-Penetrating Radar (GPR).
“Total nilai investasi smelter keseluruhan diperkirakan mencapai USD 2,312 juta yang akan dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu, 3 tahap pengembangan smelter Laterit Rectangular RKEF terdiri dari Tahap 1 (1×72 MVA) senilai USD 347 Juta, Tahap 2 (1x72MVA) senilai USD 250 juta, Tahap 3 (2×72 MVA) senilai USD 515 juta, dan Pembangunan Pabrik HPAL senilai USD 1,200 juta,” jelasnya.
Lebih jauh Derian mengungkapkan, WIUP CNI Group di blok Lapao-pao, dimana Smelter CNI Group berdiri merupakan lokasi strategis pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih Nikel. Selain didukung ketersediaan bahan mentah nikel dari Iokasi tambang sendiri, WIUP CNI Group juga memiliki Terminal Khusus (Tersus) yang berada di pesisir pantai.
“Smelter yang dikembangkan oleh CNI Group ini, Ketika selesai akan memiliki kapasitas total sekitar 100,000 ton Nickel dan lebih dari 4,000 ton Cobalt setiap tahunnya, terdiri dari 252,000 ton output dari Rectangular RKEF dalam bentuk Ferronickel dengan kandungan 22% Nickel di dalamnya dan dari pengolahan HPAL akan menghasilkan output 103,000 ton dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang di dalamnya
terkandung 40,000 ton Nickel dan lebih dari 4,000 ton Cobalt,” jelas Derian.
Produk Ferronickel ini dapat diolah lebih Ianjut untuk memproduksi Stainless Steel dan produk turunannya (consuming needs). Adapun Nickel Matte dan Nickel Sulfide dapat digunakan untuk memproduksi bahan baku baterai. Sementara teknologi HPAL akan memproduksi MHP yang dapat diolah lebih Ianjut menjadi Prekursor Baterai Cathode dan Anode.
Derian menuturkan, pembangunan smelter Laterit Rectangular RKEF dan HPAL CNI Group melibatkan ENFI, BUMN China sebagai desainer engineering dan juga BUMN Indonesia yang memiliki reputasi global di bidang teknologi pengolahan bijih nikel, sebagai kontraktor EPC, yaitu PT PP (Persero) Tbk.
Sementara untuk pasokan tenaga listrik smelter, saat ini telah terbangun gardu induk PLN di Wolo yang sudah energized memasok daya listrik sebesar 350 MW, dan selanjutnya akan dilakukan ekspansi tambahan kapasitas sebesar 350 MW sehingga totalnya menjadi 700 MW.
“Kami yakin, kehadiran investasi CNI Group ini pada saatnya akan memberikan multiplier effect untuk ekonomi regional Sulawesi Tenggara bahkan secara nasional mengingat kegiatan konstruksi dan operasional CNI Group akan membutuhkan lebih dari 5,000 tenaga kerja dan dukungan suplai logistik barang dan jasa,” imbuh Derian. (HS)