HALUANSULTRA.ID- Bullying alias perundungan saat ini mengalami tren kenaikan yang sangat tinggi. Mirisnya, tindakan biadab ini banyak terjadi di lembaga satuan pendidikan. Bullying terjadi di level SD, SMP, SMA bahkan hingga di perguruan tinggi, yakni di salah satu program kedokteran spesialis. Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai hal ini terjadi akibat sekolah gagal dalam melakukan tindakan preventif dalam mendeteksi dini potensi terjadinya perundungan.
Padahal, diketahui, tindakan perundungan di sekolah ini banyak yang dilakukan secara berkelompok. Artinya seharusnya sekolah dapat membaca motif perundungan secara mudah. “Tindakan preventif, tindakan pencegahan dini di lingkungan sekolah menurut saya gagal. Karena model bullying (perundungan) ini sebenarnya berkelompok bukan pribadi-pribadi atau per orang.,” tegasnya.
Menurutnya, kalau perundungan dilakukan orang per orang, memang akan susah untuk dideteksi. “Tapi karena ini dilakukan secara bersama-sama sebenarnya kalau deteksi dini sekolah itu canggih, berkelanjutan, serius, dilakukan pengawasan secara terus-menerus, menurut saya tidak akan kebobolan,” ujarnya. Dilansir dari laman Herald.id
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan jajaran dan dinas pendidikan juga belum baik dalam melakukan upaya yang terstruktur, sistematis dan masif dalam mencegah perundungan. Menurutnya, penanggulangan perundungan saat ini masih bersifat parsial dan sporadis, bahkan seringnya ‘no viral no justice’. “Jadi kalau nggak viral, enggak ditangani.
Kalau nggak viral, sekolah nggak tahu kalau sedang ada masalah. Itu yang saya sebut kenapa tindakan sistemik, masif, dan terstruktur itu tidak diselenggarakan dengan baik. Dan bahkan hipotesa saya kalau kejadian itu tidak viral, itu tindakan perundungan dianggap sesuatu yang sepele dan biasa-biasa saja. Menjadi penting ketika sudah viral, menjadi tidak penting ketika tidak viral,” tambah Politisi Fraksi PKB itu.
Makanya menurut dia, perlu kesadaran dan menjadi PR bersama ke depan untuk segera memberantas tindakan perundungan di lingkungan pendidikan. Karena cermin transformasi pendidikan saat ini sedang dipertaruhkan. Belum lagi tindakan perundungan ini juga sangat buruk karena dapat menghilangkan nyawa dan membuat trauma berkepanjangan.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) per Maret 2024, mereka telah menerima laporan bullying sebanyak 141 laporan dan ada 46 kasus bullying yang membuat 46 korban kehilangan nyawa. Serta korban bullying juga rata-rata menimpa anak usia remaja yang kemudian mengalami trauma berkepanjangan, stress tinggi.
“Ketika anak mengalami trauma berkepanjangan resikonya adalah, ketika dia pulih berpotensi untuk berbuat yang sama terhadap sesamanya di waktu tertentu. Itu yang resiko panjang, artinya tindakan perundungan ini bisa beranak pinak, bisa menciptakan spiral bullying kembali ketika para korban ini mengalami trauma panjang dan ada semacam perilaku yang akhirnya dilakukan dia sendiri dan akhirnya tertimpa pada pihak lain,” jelas Legislator dapil Jawa Barat VII itu. (HS)