Tuli-Tuli, Kuliner Khas Buteng Lezat Bersama Sambal dan Teh Hangat

HALUANSULTRA.ID, BUTON TENGAH – Setiap daerah tertentu punya jenis kuliner yang berbeda. Mulai dari bahan, cara pembuatan, hingga rasanya juga tak ada yang sama. Salah satunya adalah gorengan Tuli-Tuli. Kuliner legendaris daerah Buton Tengah yang berbentuk angka delapan. Gorengan ini merupakan makanan favorit penduduk setempat dengan rasanya yang gurih. Wajib dicoba bagi siapa pun yang berkunjung ke daerah Buteng. Jika dilihat sepintas, bentuknya yang menyerupai angka 8 memang terbilang unik. Di pulau Buton gorengan ini bisa kita jumpai hampir setiap lokasi kuliner.

Terbuat dari bahan dasar ubi (singkong), makanan ini juga sudah menjadi salah satu cemilan khas di Bumi Anoa Sulawesi Tenggara (Sultra). Sebab, cita rasanya yang gurih sangat tepat saat disajikan dengan sambal dan dipadukan dengan teh hangat. Rasa dan rupa sederhana tidak membuat jajanan lokal ini kehilangan penggemarnya. Justru, selalu dicari. Kue tradisional ini masih punya tempat di hati masyarakat. Penjualan jajanan tradisional ini tetap diminati bahkan varian produk semakin banyak.

Lokasi penjualan Tuli-Tuli di Buton Tengah

Cara membuat gorengan tuli-tuli ini tidak sulit, cukup dengan bahan utama ubi kayu. Singkong dihaluskan dengan cara diparut. Nah jika sudah mendapatkan hasil yang halus, kemudian dimasukkan dalam kain bersih lalu ditekan. Tujuannya, agar airnya keluar hingga ubi mengering (disebut kaopiku). “Kalau sudah kering, kita campur dengan air secukupnya, lalu dimasukan irisan bawang dengan garam,” kata Wa Hante, salah satu pemilik usaha gorengan tuli-tuli di Jalan. Yos Sudarso, Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), kepada Haluansultra.id.

“Jadi kita campur dengan parutan ubi kayu. Nah nanti akan seperti adonan roti. Kemudian kita buat bulatan panjang. Lalu kita bentuk mirip angka delapan. Kalau sudah digoreng lalu kita siapkan sebuah wadah untuk dibungkus. Ini semua prosesnya,” sambung Wa Hante.

Wanita ini mulai berbisnis tuli-tuli sejak 2010 lalu. Setiap hasil produksi dijual di warung kaki lima miliknya. “Karena memang sejak awal kami buka usaha ini menu jualan yang di sajikan itu tuli-tuli ini. Dan memang tuli-tuli ini menjadi pilihan favoritnya pembeli sampai sekarang, yang lain juga masih banyak hanya tuli-tuli memang lebih bagus,” katanya.

“Sebenarnya awal mula memulai usaha itu, karena dulu kami lihat peluang usahanya masih sangat besar dan terbuka lebar kesempatan juga. Karena memang dulu itu masih sangat jarang yang membuka usaha jualan tuli-tuli ini, makanya kami berani dan alhamdulillah masih ada sampai sekarang,” bebernya.

Tuli-Tuli saat proses penggorengan.
 

Tuli-tuli sangat disukai oleh warga pulauan Buton atau pun di luar Buton, dan biasa dijadikan sebagai oleh-oleh. Pemda Buteng bahkan kerap mempromosikan kue olahan ini di ajang pameran produk UMKM. Termasuk saat Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Kota Kendari. Rasanya yang nikmat membuat setiap orang yang mencicipi akan ketagihan. Gorengan ini tanpa bahan pengawet namun dapat bertahan hingga beberapa bulan.

Produk tepung kaopiku efektif sebagai bahan baku untuk membuat kuliner tradisional yang berbahan dasar singkong. Kue ini memang merupakan menggunakan brand tepung singkong instan, diproses dan dikemas secara modern. Kenikmatan rasanya berbeda dengan cemilan daerah lain. “Kalau ada kegiatan nasional ada provinsi, tuli-tuli kerap menjadi incaran pengunjung. Artinya, selain menjadi camilan warga setempat, Tuli-tuli untuk dijadikan oleh-oleh,” katanya.

Tampilan Tuli-Tuli setelah prose penggorengan.


Bagi wanita berusia 40 tahun ini memproduksi tuli-tuli sangat menguntungkan. Bahkan perbulan bisa menghasilkan uang juataan. Dar hasil dari usaha yang dijalankan tersebut dipergunakan untuk memenuhi biaya kuliah dan sekolah anak, serta memenuhi kebutuhan sandang pangan sehari-hari. Adpun gorengan tuli-tuli dibanderol dengan harga yang sangat terjangkau yakni Rp 1.000 per gorengan. “Kalau untuk buka cabang sekarang mungkin belum ada rencana kesana. Hanya memang selain kita jual di sini, tuli-tuli juga biasa kami bawa ke kios-kios. Ini memang untuk anak yang lagi kuliah dan untuk makan sehari-hari di rumah,” ucapnya.

Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Tenggara (Sultra), H. Belli, mengungkapkan, pemerintah provinsi terus mendorong setiap produk untuk dipromomosikan melalui event-event, misalnya memamerkan hasil usaha dalam ajang festival kuliner. Nah di Buteng punya banyak hasil produksi misalnya gorengan Tuli-tuli, ada lagi produk kerajinan tangan hasil anyaman, pantai wisata dan lainnya. Melalui pameran diharapkan bisa menampilkan produk-produk khas untuk menarik minat pengunjung. Dari pameran itu bisa ada jaringan untuk dipasarkan hingga keluar negeri. “Pastinya Buteng punya banyak kekayaan alam dan kuliner yang tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia,” tutupnya. (ADV)

Tinggalkan Balasan