Tenun Kamohu, Warisan Budaya Khas Buton Tengah yang Mendunia

HALUANSULTRA.ID – Sulawesi Tenggara (Sultra) memiliki wastra yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak benda (WTBD) pada 2019 lalu oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia (RI). Kain tersebut adalah Kamohu. Tenun ini merupakan kain tenun khas Kabupaten Buton Tengah (Buteng) yang berasal dari Kecamatan Mawasangka.

Di desa-desa kecamatan Mawasangka, menenun menjadi keterampilan wajib dimiliki oleh kaum hawa meskipun memiliki pendidikan tinggi. Usut punya usut, kegiatan menenun ini rupanya punya narasi yang kuat. Dalam sejarahnya dikisahkan, seorang anak gadis ditiap keluarga tidak boleh turun ke tanah atau keluar rumah jika tidak pandai menenun. Nah, keluar rumah dalam konteks ini ialah menikah.

Olehnya, tak heran jika di daerah itu, hampir setiap kolong rumah panggung ditemukan perempuan sedang menenun kain. Dan, kain itulah yang disebut tenun Kamohu. Tenun yang telah menjadi sebuah warisan turun-temurun bagi masyarakat Buteng ini dikenal memiliki banyak sejarah yang terus melekat pada tiap rajutan dan pintalan benangnya. Bagaimana tidak, kain Kamohu diyakini sudah ada sejak abad ke-19.

Di desa-desa kecamatan Mawasangka, menenun menjadi keterampilan wajib dimiliki oleh kaum hawa.

Pada masa itu, Kamohu kerap digunakan oleh keluarga Kesultanan Buton dan para tokoh adat saat menghadiri upacara-upacara adat, seperti akikah, pernikahan, pingitan, dan lainnya. Seiring berjalannya waktu, Kamuho juga mulai dikenakan oleh masyarakat. Tapi untuk membedakan strata sosial dan jabatan, maka dibuatlah aturan penggunaan yang disadarkan pada warna kain. Selain itu, ada juga aturan motif yang menunjukan gender. Misalnya motif garis lurus untuk kaum wanita dan motif garis bersilangan yang membentuk kotak-kotak untuk kaum pria.

Penunjang Ekonomi Keluarga

Kain tenun Kamohu terbuat dari kapas yang dibuat secara tradisional. Namun, seiring perkembangan zaman dan banyaknya kesibukan masyarakat, kini pembuatan tenun juga memanfaatkan bahan buatan pabrik, salah satunya pada bahan benangnya. Meskipun demikian, kain tenun Kamohu masih terus ada dan diproduksi masyarakat sekitar. Alat untuk menenun terbuat dari bambu dan kayu yang berfungsi untuk mengaitkan lungsin (benang yang membujur pada barang tenunan). Di Buteng diperkirakan ada ratusan rumah tangga yang masih melestarikan aktivitas menenun. Selain untuk mempertahankan nilai-nilai tradisi leluhur, rupanya tenunan juga dilakukan sebagai sumber mata pencaharian.

“Istilahnya membantu kebutuhan rumah tangga. Rutinitas inilah yang terus kita lakukan hampir tiap hari apabila ada pesanan dari konsumen untuk pembuatan kain tenun,” kata Wa Thima, penenun dari Kelurahan Lakorua, Kecamatan Mawasangka Tengah (Masteng) beberapa waktu lalu. Terpisah, Wa Kahama, penenun yang merupakan warga Kelurahan Lakorua, Kecamatan Masteng mengatakan, keterampilan menenun yang dimiliki setidaknya mampu membantu ekonomi keluarga. Apalagi, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kain tenun relatif terjangkau. Karena hanya membutuhkan benang tenun dan benang perak atau biasa disebut benang ekstra.

Salah seorang warga sedang membuat tenunan Kamohu.

“Untuk kain tenun biasa dijual dengan harga Rp200-Rp300 ribu. Sementara untuk kain tenun bermotif seharga Rp500-Rp800 ribu,” beber Wa Kahama. Menurutnya, untuk pembuatan kain tenun membutuhkan waktu yang lumayan lama, khususnya untuk pemesanan kain tenun bermotif. Tetapi untuk pemesanan kain tenun biasa hanya memakan waktu tiga sampai empat hari.

“Jadi kain tenun bermotif itu pembuatannya bisa sampai berminggu-minggu, apalagi kalau motif yang digunakan sangat rumit. Disitulah perbedaan harga kain tenun biasa sama yang bermotif,” tutur Wa Kahama.

Senada, penenun asal Kelurahan Lakorua Kecamatan Masteng, Wa Hasini mengatakan, bagi dia yang notabene ibu rumah tangga, ia mampu menghasilkan uang tambahan bagi keluarga.
“Meskipun hasilnya tidak terlalu banyak, akan tetapi kami sangat bersyukur. Paling tidak dalam satu bulan, ada penghasilan kita dapat. Dan semua itu tergantung pesanan dari konsumen. Kalau pesanannya banyak, maka untungnya juga besar,” kata Wa Hasini.

Tenun Kamohu Mendunia

Beberapa kain tenun khas Buteng, termasuk tenun Kamohu ternyata telah dipamerkan diajang (event) internasional, yakni dalam event New York Indonesia Fashion Week (NYIFW) pada Februari 2023 lalu. Di event tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buteng menggandeng Defrico Audy, salah satu desainer terkemuka Indonesia untuk menyulap kain tenus khas Buteng menjadi berbagai busana yang unik. (PS/ADV)

Tinggalkan Balasan