HALUANSULTRA.ID – Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Sultra lagi-lagi menuai kritikan. Kali ini terkait persiapan menghadapi Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumut 2024. Induk olahraga yang dipimpin Alfian Taufan Putra ini, dinilai tidak memahami bagaimana proses perjuangan cabor/atlet, dalam meraih prestasi gemilang demi mengharumkan nama daerah.
Ketua Pengprov Perserikatan Baseball Softball Seluruh Indonesia (Perbasasi) Sulawesi Tenggara (Sultra), Pahri Yamsul, mengaku bingung dengan kondisi yang ada di KONI provinsi saat ini. Sementara PON sudah ada di depan mata. Apalagi ajang ini merupakan pertandingan skala nasional dimana daerah lain sudah bersiap dengan atlet terbaik.
“Kami ini ditarget emas. Tapi kami tidak diberi biaya peralatan. Kami minta biaya coba lapangan tidak diberikan. Atlet mau berangkat lebih awal agar bisa tes lapangan, tapi sampai sekarang simpang siur. Itulah kondisi KONI sekarang, saya juga bingung. Ada apa ini ?,” ucap Pahri kepada haluansultra.id, Jumat 16 Agustus 2024.
“Selama KONI Sultra terbentuk, saya rasa ini yang paling tidak jelas arahnya. Selama saya ikut, KONI ini yang paling rawan. Sementara kita ditarget ada medali emas. Kalau dibilang mengecewakan khusus untuk softball ya jelas mengecewakan. Sangat minim kepedulian, sangat bagus kalau sudah ada perintah KONI diaudit,” tegas Pahri dengan nada tinggi.
Manager yang kerap mempersembahkan medali emas PON untuk Sultra ini menilai, KONI Sultra sangat tidak maksimal dalam mengurusi cabor-cabor yang akan diberangkatkan menuju PON 2024, apalagi khusus Softball sebagai cabor yang ditargetkan akan membawa pulang medali. Induk olahraga harusnya bisa berkaca pada daerah lain yang melihat skala prioritas menuju PON.
Ia mencontohkan khusus cabor Softball, Provinsi Banten peringkat 4 putra dan putri saat Pra PON, lalu DKI Jakarta peringkat 5 tidak diberangkatkan karena KONI daerah tersebut realistis melihat peluang medali demi menyesuaikan penggunaan anggaran.
“Saya tidak bisa bicara soal Cabor lain ya, saya hanya bicara untuk softball saja. Jadi softbal itu pak yang lolos itu ada 8 tim. Sekarang sisa enam, karena DKI Jakarta dengan Banten itu tidak memberangkatkan atlet, kenapa ya tentu ini bicara kans, peluang naik podium,” bebernya.
Kata Pahri, untuk meraih medali emas itu ada proses, atlet harus diperhatikan dengan baik dalam menunjang performa saat laga resmi dimulai. Misalnya harus training center (TC), cek kesehatan, gizi dan lainnya. “Tapi jangankan TC, ditengok pun belum pernah,” kecewa, Pahri.
Tahun ini, KONI Sultra mendapat dana Rp 11 miliar. Ketua Komisi IV DPRD Sultra, Siti Saleha, mengungkapkan sudah mendapatkan informasi terkait keluhan cabor yang akan berlaga di PON. Mestinya, pengurus KONI bisa mengatasi semua masalah agar atlet bersama pelatih bisa berangkat nyaman dengan semangat juara. Apalagi mereka yang menjadi langganan penyumbang medali setiap PON.
“Saya dapat informasi bahwa anggaran rutin KONI besar, bahkan mengalahkan dana rutin OPD. Emang berapa pengurus dan staf di sana ?. Sementara cabor PON mengeluh. Ini harus kita ketahui berapa biaya rutin, berapa biaya PON. Bagus juga nanti kalau diaudit,” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris KONI Sultra, Elvis Basri Uno, yang coba dimintai keterangan tidak memberi tanggapan saat dihubungi melalui sambungan telepon. (HS)