HALUANSULTRA.ID – Pemerintah Provinsi (Pemprov) melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sulawesi Tenggara (Sultra), menemukan hal mencengangkan terkait minimnya pendapatan dari sektor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB). Kuat indikasi terjadi kebocoran. Jika dihitung-hitung kebocoran yang terjadi nilainya sangat fantastis, mencapai ratusan miliar.
Bahkan jumlahnya bisa lebih dari itu, jika konsisten dilakukan penelusuran pada semua sumber dari PBB-KB. Hal itu ditegaskan langsung Kepala Bapenda Sultra, Mujahidin, setelah melakukan pertemuan dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Kanwil DJP Sulselbartra).
Mujahidin mengatakan, perusahaan pemegang IUP dan RKAB Pertambangan merupakan salah satu kontributor utama PAD di Sulawesi Tenggara, karena memiliki potensi sumber pendapatan pajak yakni Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), PBB-KB, Pajak Air Permukaan (PAP), dan PAB.
Hanya saja, dalam realisasinya terdapat perusahaan yang beroperasi di bidang pertambangan membeli bahan bakar kendaraan bermotor, tidak melalui penyedia bahan bakar resmi yang terdaftar sebagai Wajib Pungut (WAPU)/Agen/distributor, yang memiliki SPK seperti PT. Patraniaga yang berada di bawah naungan Pertamina.
Saat pertemuan bersama Kanwil DJP, Mujahidin mengaku mendapat pertanyaan berapa jumlah PBB-KB yang diterima Sultra setiap tahun. Ia pun menjawab jika per Oktober 2024 pendapatan yang dihasilkan baru Rp 391 miliar untuk Pemprov Sultra. Begitu pun tahun lalu, pendapatan Sultra dari PBB-KB hanya kisaran Rp 400 miliar. Padahal, perusahaan pertambangan bergerak terus.
“Itu Kanwil DJP Sulselbartra kaget. Kenapa ? karena Sultra itu sangat ramai perusahaan tambang. Apalagi kalau dihitung dari PPN setiap perusahaan yang terdata dan bayar pajak di Kanwil DJP Sulselbartra. Mereka bilang mustahil, harusnya bisa lebih naik lagi dan diistimasi Sultra itu bisa dapat Rp 750 Miliar hingga Rp 1 Triliun per tahun khusus PBB-KB,” beber, Kepala Bapenda, Selasa 5 November 2024.
Mujahidin menungkapkan, adanya sumber kebocoran itu terdapat pada penggunaan BBM untuk kebutuhan industri seperti pertambangan. Ia pun mengaku telah turun langsung mengecek ke beberapa perusahaan di Kabupaten/Kota. Contohnya di Kolaka Bapenda menemukan fakta ada perusahaan yang mengambil minyak bukan melalui penyedia bahan bakar resmi, atau tidak terdaftar sebagai Wajib Pungut di Bapenda Sultra.
“Saya temukan langsung. Perusahaan yang tempat mereka membeli bahan bakar itu belum terdaftar, nah ini mereka sudah pasti tidak bayar pajak. Bayangkan ini terjadi sudah beberapa tahun. Sangat merugikan daerah kita. Apalagi pajak dihitung per liter 7,5 persen dari harga bahan bakar cair,” tegasnya.
Mujahidin mengatakan, dengan nilai besaran ratusan miliar yang tidak masuk dalam penerimaan kas daerah, maka daerah dan masyarakat Sultra sangat dirugikan.
Apalagi disaat yang sama tuntutan untuk penyelesaian permasalahan, khususnya infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan lainnya untuk kesejahteraan masyarakat menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
“Ini masalah besar yang harus segera kita tuntaskan bersama. Saya kira ini bukan perkara main-main. Sebab ini terkait erat dengan roda pembangunan. Di sini kredibilitas dan akuntabilitas aparat Pemprov dipertaruhkan dalam mengatasi kebocoran penerimaan daerah,” ucapnya. “Perusahaan tambang itu sangat banyak ya. Ini kerugian luar biasa dan kami agendakan audit bersama,” sambung Mujahidin.
Sekretaris ESDM Sultra, Ridwan Botji, yang dikonfirmasi terkait jumlah perusahaan tambang nikel mengaku tidak mengetahui hal tersebut, sebab semua bentuk perizinan pertambangan diambil alih pemerintah pusat.
Hal ini juga berlaku bagi semua perizinan yang biasanya diatur di tingkat provinsi maupun kabupaten. “Untuk nikel kami tidak punya ya. Silahkan konfirmasi ke pusat. Kecuali seperti tambang batu kuarsa, batu gunung dan tambang pasir,” katanya, Rabu, 6 November 2024.
Sementara itu, dihimpun dari berbagai sumber per Maret 2023, berdasarkan jenis tambang terdapat 213 perusahaan pertambangan di 14 Kabupaten dan Kota di Sultra. Dari 213 perusahaan tersebut, 143 perushaan tambang nikel, 24 perusahaan tambang aspal, 17 perusahaan tambang batu gamping.
Selanajutnya, 5 perusahaan tambang batu andesit, 5 perusahaan tambang batu kuarsa, 4 perusahaan tambang batu peridotit, 3 tambang emas, 3 tambang sirtu, 3 tambang tanah urug, 2 tambang kromit, serta masing-masing 1 tambang batu gunung dan perusahaan tambang pasir. (imn/HS)
Kepada Obyek pajak rakyat kecil ngejarnya sampai liang semut, sedangkan kepada Obyek pajak Corporasi lenggang kangkung