HALUANSULTRA.ID,KENDARI – Deretan kuliner Sulawesi Tenggara kini menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib Anda eksplorasi. Ya, bukan hanya tempat wisata yang menjamur, daerah yang saat ini dipimpin Gubernur H. Ali Mazi ini, juga menawarkan keragaman makanan dan minuman yang menampilkan ciri khas tersendiri. Nah, jika berkunjung, jangan lupa untuk mencicipi berbagai hidangan khasnya. Selain menjanjikan kelezatan, kuliner Sultra juga bikin perut tidak lagi “berontak” alias kenyang. Misalnya, Sinonggi yang terbuat dari sagu. Makanan tradisional ini masih menjadi menu pokok sebagian masyarakat di Bumi Anoa-julukan Sultra.
Sagu adalah tepung atau olahan yang diperoleh dari pemrosesan teras batang rumbia atau “pohon sagu” (Metroxylon sagu Rottb.). Tepung sagu memiliki karakteristik fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep masakan, tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti dengan tepung tapioka sehingga namanya sering kali dipertukarkan, meskipun kedua tepung ini berbeda. Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat di indonesia sebelum beras mulai di kenal masyarakat seperti sekarang ini.
Untuk mendapatkan hasil sagu yang bagus, pohon rumbia harus dicek. Sebab pohon harus sudah berumur alias sudah tua baru boleh untuk diolah. Pohon sagu yang siap diolah dipotong menjadi beberapa bagian dengan ukuran 2 meter per batang. Potongan-potongan itu kemudian dibelah menjadi dua untuk dikeruk isi pohonnya. Ada beberapa makanan khas yang mirip dengan Sinonggi. Contohnya seperti di Palopo.
Warga disana menyebut Kapurung. Mirip seperti Sinonggi yang berbahan dasar sagu, hanya saja, semua lauk tercampur sekaligus didalam satu wadah. Beda dengan Sinonggi yang terpisah satu persatu mulai dari Songgi, sayur, serta ikan. Kuliner ini mudah didapatkan. Di Kota Kendari, sejumlah rumah makan bahkan menyajikan paket Sinonggi sebagai salah satu pemikat. Paket maksudnya lengkap dengan ikan palumara, sayur bening, sambal dan lainnya. Rasa sinonggi itu tawar, karena terbuat dari bahan dasar sagu yang tidak memiliki rasa spesifik.
Saat akan dimakan, sinonggi disiram dengan air panas hingga bertekstur kenyal. Ketika dikomsumsi, kuliner khas suku tolaki ini terasa lezat, karena dimakan bersama kuah ikan palumara, tambah sayur, cabai merah hingga jeruk nipis. Ya, kunci kelezatan sinonggi adalah terletak pada makanan pendampingnya. Kalau sudah coba, Anda pasti akan ketagihan. Sinonggi memiliki bentuk yang unik, kuliner ini berbentuk hampir seperti lem, kenyal dan lengket jika sudah disiram air panas.
Oleh sebab itu, saat dihidangkan selalu disertai dengan lauk yang berkuah. Bagi anda yang ingin membuat terbilang cukup mudah. Awalnya, sagu dicuci dengan cara menambahkan air kedalam sagu ke dalam wadah kemudian disaring. Setelah itu, sagu diendapkan beberapa menit, hingga airnya terpisah dengan sagu. Lantas, air endapan tersebut dipisahkan dari sagu kemudian disiramkan dengan air mendidih, dan diaduk hingga berubah warna dan memiliki kekentalan sesuai penikmatnya.
Salah satu rumah makan yang menjadikan menu andalan paket Sinonggi adalah RM Medulu di jalan Lawata, Kelurahan Mandonga, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Resto ini menjadi incaran penikmat kuliner tradisional karena punya banyak pilihan menu. Ada ayam tawaloho (Parende), kabengga, ikan batu, daging, ikan palumara, sayur bening, kapinda dan lain sebagainya. RM Medulu juga menyediakan cattering. Owner rumah makan Medulu, Hj. Elsye Asbar, M mengatakan, sinonggi sangat banyak peminat. Dan makanan ini juga diketahui memiliki manfaat baik untuk kesehatan.
Terkait pengunjung, sudah ada beberapa kepala daerah yang datang, seperti Nur Alam saat menjabat Gubernur, Rusman Emba (Bupati Muna), Ruksamin (Bupati Konut) Toni Herbiansyah (Mantan Bupati Koltim), Pj Wali Kota Kendari, Asmawa Tosepu, Tina Nur Alam (Anggota DPR RI), Aksan Jaya Putra (Anggota DPRD Sultra). Itu kata dia pejabat, kalau masyarakat biasa sudah ribuan orang datang ke resto. “Pada dasarnya, rumah makan kami cocok untuk semua kalangan, karena harganya murah meriah,” bebernya.
Soal harga, lanjut dia, murah meriah atau sangat terjangkau. Mulai dari paket perorang, dua orang sampai rombongan. Untuk satu porsi Rp 25 ribu, sudah disediakan songgi, ikan palumara dan sayur bening. Kemudian, daging tawaloho Rp 30 ribu sementara untuk ayam kampung tawaloho Rp 35 ribu. “Ada juga prasmanan tapi itu untuk tambahan saja,” ucap wanita berhijab itu, Kamis, (8/12).
Sinonggi sebenarnya sudah menjadi makanan umum, karena di hotel-hotel sudah disediakan, namun hal itu tidak mengurangi pengunjung di RM Medulu. “Alhamdulilah berkat cita rasa dan pelayanan yang ramah, sehingga pelanggan tetap terjaga,” paparnya. “Kemudian kami juga menyediakan menu yang segar bahan baku dan menjaga kebersihannya. Dari awal sampai hari kami tetap konsisten dengan hal itu. Itu yang kami jaga,” sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Hj Elsye juga menjelaskan bahwa pertama kali membuka rumah makan Medulu di kawasan Pear 29 tahun 2005, namun karena terkena perluasan hotel, akhirnya lokasi tempat usahanya dijual. Kemudian kembali membuka di belakang Masjid Agung tahun 2015. “Kami mendatangkan koki dari Jawa dan mendatangkan tukang masak handal yang ada di kendari. Hal itu kami lakukan semata-mata untuk menjaga kenikmatan rasa dan menjaga pelanggan,” tandasnya. (HS)