Mardani Maming Berpotensi Dijerat TPPU Usai Divonis 10 Tahun, Pakar : Hal yang Lumrah

HALUANSULTRA.ID – Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, yang baru saja divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor dalam kasus suap izin usaha pertambangan (IUP), masih berpotensi dijerat oleh jaksa KPK dengan dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hal tersebut, disampaikan Hasnan hasbi saat dihubungi, Senin, (13/02/2023). Seperti yang dilansir dari laman herald.id.

Menurut pakar hukum pidana Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Hasnan Hasbi SH, MH, hal yang lumrah jika jaksa penuntut umum (JPU) KPK setelah vonis 10 tahun, kemudian menjerat Mardani H Maming dengan menggunakan UU TPPU.

“Itukan dua tindak pidana yang berbeda. Jadi TPPU pencucian uangnya, kalau hasil kejahatan tindak pidana korupsi digunakan untuk memperoleh harta-harta atau aset-aset,” kata Hasnan Hasbi. Menurutnya, jaksa bisa saja sekaligus mengajukan dua tuntutan yakni korupsi dan TPPU, meski bisa juga dilakukan penuntutan terpisah.

“Kalau kasus Mardani, berarti (JPU) melakukan split (pemecahan perkara). Dia (JPU) sidangkan dulu korupsinya, kemudian dari hasil fakta-fakta sidang ditemukan, bahwa hasil korupsi digunakan untuk memperoleh aset-aset dan belum dilakukan penyitaan oleh penyidik KPK,” jelasnya.

Menurut Hasnan, Undang-Undang Tipikor dipergunakan untuk mendakwa perbuatan seseorang yang menyebabkan kerugian negara. Sementara itu, UU TPPU tentang bagaimana si pelaku mencoba menghilangkan jejak korupsinya dengan memperoleh aset.

“Intinya TPPU tidak boleh berdiri sendiri. Jika seseorang tidak terbukti dugaan tindak pidana korupsinya, maka berarti dia tidak dapat lagi diajukan terkait TPPU,” jelasnya. TPPU baru bisa digunakan jika kasus korupsi terbukti.

“Kalau korupsinya terbukti, berarti hal yang lumrah dilakukan JPU (menjerat TPPU). Itu lumrah terjadi, (KPK) membuktikan dulu tindak pidana korupsinya, kemudian baru TPPU-nya. Yang tidak lumrah itu, TPPU-nya dulu, baru kemudian tindak pidana korupsinya karena TPPU, tidak boleh berdiri sendiri dan harus berangkat dari suatu hasil tindak pidana kejahatan,” tandasnya.

Hal yang sama disampaikan Dr. Syarif Saddam Rivanie Parawansa, SH., MH, pakar hukum pidana Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Menurut Syarif, jika Mardani Maming kemudian dijerat TPPU oleh JPU KPK adalah hal yang wajar, sebab TPPU harus ada kejahatan sumbernya atau kejahatan asalnya.

Misalnya beberapa kejahatan asal adalah korupsi, penipuan, penggelapan, dan sebagainya. “Jadi harus ada kejahatan sebelumnya, baru bisa dijerat TPPU. Mungkin karena jaksa melihat ada celah di situ, setelah terbukti Mardani melakukan korupsi menerima gratifikasi.

Jadi dia menerima penyuapan, karena penyuapan adalah salah satu bentuk korupsi dan dilakukan pada saat ia menjabat Bupati Tanah Bumbu, maka bisa saja kemudian jaksa melanjutkan menjerat Mardani dengan TPPU,” jelasnya.

Kalaupun Mardani akan melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT), itu juga hal yang wajar jika dia tidak menerima putusan dari majelis hakim. “Kalau (Mardani) banding itu bisa menguatkan putusan pengadilan negeri atau tidak. Mungkin bisa saja menaikkan (hukuman) atau menurunkan hukuman,” katanya.

Kalau fakta sidang mengatakan dia terbukti melakukan korupsi, apalagi dengan dijadikan TPPU, bisa jadi hukumannya semakin tinggi. “Tidak tertutup kemungkinan akan naik (hukuman) atau turun itu tidak menutup kemungkinan,” tandasnya.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, bahwa pihaknya pernah mengkaji untuk menggunakan pasal TPPU pada kasus Mardani Maming. Dilihat dari rentetan kasus penerimaan suap yang diterima Mardani Maming.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut, potensi tersebut terjadi setelah pihak KPK telah melakukan penggeledahan di berbagai perusahaan milik tersangka. Bahwa para saksi terkait, penerimaan aliran dana dari perusahaan tersebut juga sudah diperiksa.

Ali juga menerangkan, potensi kuat Maming dijerat dugaan TPPU dan Korporasi, disebabkan yang bersangkutan menggunakan sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan miliknya, akan tetapi perusahaan tersebut bersifat fiktif.

“Karena memang sebagai mana sudah kami sampaikan, dugaan-dugaan korupsi perbuatannya ini kan, ada menggunakan perusahaan-perusahaan afiliasi yang bahkan fiktif ya,” jelas Ali. (HS)

Tinggalkan Balasan