Nama Ali Mazi Disebut Dalam Sidang Kasus Dugaan Korupsi Tambang Rp 5,7 Triliun

HALUANSULTRA.ID – Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), H. Ali Mazi, ikut disebut dalam perkara kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) di PT Antam Blok Mandiodo Konawe Utara (Konut). Hal itu disampaikan Asintel Kejati Sultra Ade Hermawan. Menurut Ade, munculnya nama Ali Mazi dalam kasus tersebut berdasarkan keterangan beberapa saksi saat sidang di pengadilan negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat.

“Berdasarkan keterangan saksi dalam sidang, ditemukan fakta adanya peran mantan Gubernur Sultra, AM (Ali Mazi) dalam KSO (kerjasama operasi) antara PT Antam, Perusda Sultra dan PT Lawu Agung Mining,” tulis Ade Hermawan dalam keterangan tertulisnya, yang diterima haluansultra.id. Kata Ade, adanya nama Ali Mazi dalam kasus tersebut membuat majelis hakim meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk dihadirkan sebagai saksi dipersidangan. “Jadi Ali Mazi diminta untuk hadir memberikan keterangan,” kata Ade.

Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik Kejati Sultra telah menetapkan 12 tersangka yakni HA selaku Manager PT Antam Konawe Utara, GL selaku Pelaksana Lapangan PT LAM, OS selaku Dirut PT LAM). Kemudian, WAS selaku pemilik PT LAM, AA selaku Dirut PT KKP, SM selaku Kepala Geologi Kementrian ESDM, EVT selaku valuator RKAB, dan YB selaku kordinator Pokja Pengawasan Operasi Produksi Mineral Kementrian ESDM.

Serta, RJ selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dan HJ sebagai Sub Koordinator RKAB Kementerian ESDM. Dua tersangka lain, AS selaku kuasa Direktur PT Cinta Jaya dan RC selaku Direktur PT Tristaco Mineral Makmur. Selain itu, 1 tersangka inisial A juga ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan. Adapun modus dugaan korupsi pertambangan ini menggunakan dokumen terbang untuk melakukan penjualan ore nikel ke smelter lain selain ke PT Antam.

Kasus ini berawal dari kerja sama operasi (KSO) antara PT Antam dan PT Lawu dan perusahaan daerah (Perusda) Sultra dengan luas area pertambangan 22 hektar di Blok Mandiodo yang merupakan lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam. Namun, dalam pelaksanaan kerja sama tersebut, hasil tambang nikel itu hanya sebagian kecil diserahkan ke PT Antam sebagai pemilik IUP.

Kemudian sisa dari hasil tambang lainnya langsung dijual ke pabrik smelter dengan menggunakan dokumen palsu. Sejauh ini, penyidik baru menemukan dokumen PT KKP yang digunakan untuk penjual ore nikel ke smelter lain. Dari keseluruhan aktivitas penambangan di Blok Mandiodo menurut perhitungan sementara auditor telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 triliun. (HS)

Tinggalkan Balasan