HALUANSULTRA.ID – Cahaya dari ufuk barat berangsur jingga. Pancarannya menimpa permukaan laut menciptakan pendar-pendar cahaya bernuansa romantis. Silih berganti orang-orang datang, berfoto ria. Mengabadikan momen matahari terbenam di salah satu pesisir di kawasan Pulau Buton itu. Suasana itu akan terus berlangsung hingga malam hari. Desa Gaya Baru dalam beberapa tahun ini memang berubah. Desa yang terletak di Kecamatan Lapandewa, Kabupaten Buton Selatan, ini tengah serius membenahi salah satu potensi wisata yang dimilikinya.
Diinisiasi swadaya masyarakat yang digerakkan oleh kepala desanya kala itu, seorang wanita, Wa Aua, mereka membangun fasilitas wisata yang diberi nama Waburi Park. Kekayaan budaya dan tradisi, potensi hasil laut yang melimpah, dan pemandangan laut dari tepian bibir tebing adalah jualannya. Kawasan yang dulunya hanya berupa hamparan padang berbatu yang tandus, kini ramai dikunjungi orang. Fasilitas wisata itu dikelola oleh badan usaha milik desa (bumdes) bekerja sama dengan kelompok sadar wisata (pokdarwis).
Menurut Wa Aua, rata-rata dalam sehari sekitar seratus orang berkunjung ke Waburi Park. Para pengunjung ini berasal dari desa ataupun kecamatan tetangga. Pada hari tertentu seperti akhir pekan, dari pengunjung dari kabupaten lain juga datang, hingga dari daerah lain di luar Sulawesi Tenggara. Bahkan sejak berdirinya, Waburi Park telah menjadi tempat penyelenggaraan acara pernikahan yang menawarkan suasana alam terbuka.
Pengelola menarik retribusi sebesar lima ribu rupiah per orang untuk masuk ke kawasan ini, dan dapat menikmati seluruh fasilitas yang ada secara gratis, termasuk gazebo, toilet, dan tempat shalat (musholla). Bagi yang mau menikmati makan minum, dapat membelinya pada gerai-gerai kuliner yang ada di sana. “Gerai-gerai ini disewakan ke masyarakat desa. Setiap hari mereka dikenakan biaya retribusi sepuluh ribu rupiah,” jelas Wa Aua.
Dijelaskan, mereka yang berjualan di gerai ini berasal dari masyarakat dengan penghasilan keluarga yang tidak memadai. Diharapkan, usaha mereka dapat membantu perekonomian keluarga.
Wa Aua menggambarkan salah satu kondisi kemiskinan yang melanda warganya hingga terpaksa merantau ke Maluku Tenggara, ikut kapal penangkap ikan. Selama enam bulan mereka bekerja di kapal itu. Setelah pulang, mereka hanya mampu membawa pulang lima ratus ribu rupiah per orang. “Kelompok masyarakat inilah yang kita akomodir untuk berusaha di gerai-gerai ini. Mereka sangat bersyukur diberi kesempatan berjualan di Waburi Park,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Tenggara, Belli, yang berkesempatan berkunjung ke Waburi Park, Jumat (10 November 2023), sangat mengapresiasi upaya Desa Wisata Gaya Baru, mengentaskan kemiskinan masyarakatnya. Dia mengatakan, esensi pariwisatanya sesungguhnya adalah penguatan ekonomi masyarakat. Pariwisata yang baik adalah pariwisata yang memberi ruang kreasi bagi masyarakat sekitarnya. Masyarakat turut ambil bagian dalam ruang-ruang ekonomi yang dihela oleh pariwisata. “Waburi Park menjadi contoh bagaimana peran pariwisata menanggulangi kemiskinan, bahkan kemiskinan ekstrim sekalipun,” tegasnya.
Apalagi Desa Gaya Baru memiliki keunikan tersendiri dari sisi sosiokultural. Jika berkunjung ke desa ini, kaum perempuan akan lebih banyak ditemui dibanding kaum laki-laki. Hal ini disebabkan, lelaki di desa ini berprofesi sebagai nelayan yang waktunya habis digunakan untuk melaut.
Akibatnya, peran dan tugas kaum lelaki dalam rumahtangga, diambil alih oleh perempuan, yang kemudian menempa mereka menjadi tangguh dan kuat. Hal ini yang dapat menjelaskan sosok wanita seperti Wa Aua muncul sebagai tokoh-tokoh lokal yang memimpin desanya. “Jika ingin menikmati eksotisnya Waburi Park, belajar keunikan sosial budaya masyarakat setempat, Desa Gaya Baru adalah tempat yang tepat,” kata Belli.
Desa ini berjarak sekitar 62 kilometer dari Kota Baubau, yang dapat ditempuh kurang lebih selama satu setengah jam. Jika dari arah ibukota Kabupaten Buton Selatan, Batauga, berjarak sekitar 52 kilometer. Akses jalan menuju desa ini lancar dan dalam kondisi teraspal baik. (HS)